Lihat ke Halaman Asli

Kesetaraan Gender, Budaya, dan Sepak Bola Wanita

Diperbarui: 29 Januari 2022   15:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Galanita/Liga Sepak Bola Wanita (Sumber : https://jacatra.net/p/1766-galanita-pertama-lahir-di-jakarta)

Raden Adjeng Kartini yang lahir di Jepara pada 1879, salah satu tokoh yang dikenal memperjuangkan emansipasi wanita. Bahkan setiap 21 April dijadikan sebagai peringatan hari Kartini. 

Selain itu, Cut Nyak Dhien dari Aceh sebagai sosok prajurit wanita anti kolonial, Dewi Sartika sang perintis pendidikan wanita di tanah Sunda, para wanita pengrajin batik Laweyan perlawanan pengusaha pribumi dari kolonialisme di Solo, hingga Suffragette Movement di Britania Raya pada awal abad ke-20 sebagai gerakan perempuan boleh berpolitik, dan diperbolehkannya perempuan bekerja di Asia Barat pada 2017. 

Mereka menjadi sosok yang tidak boleh dikesampingkan selain Kartini dalam tokoh perjuangan emansipasi wanita di Indonesia dan dunia. 

Dunia dewasa ini sudah membuka mata akan kesetaraan gender, di Indonesia sendiri pada masa pemerintahan periode 2014-2019 memiliki tridente perempuan dalam poros penting kekuatan negara, yakni Retno Marsudi (Menteri Dalam Negeri), Sri Mulyani (Menteri Keuangan), dan Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan). 

Kesetaran gender yang selalu disuarakan oleh kaum hawa tersebut kini masuk hingga ke telinga PSSI, sebagai federasi tertinggi sepak bola di Indonesia. 

Olahraga lain sudah membuka mata pada wanita, seperti badminton dengan Susi Susanti hingga pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu yang sudah mendapat medali emas di Olympiade, Emilia Nova yang telah mendapat medali di berbagai multi event dalam cabang olahraga Atletik. 

PSSI di masa pemerintahan Mochammad Iriawan kembali menghidupkan gagasan Ali Sadikin pada 1979 soal sepak bola wanita, telah memulai pada 2019 yakni Liga 1 Putri. Muncul harapan pada pesepakbola putri yang mati suri pasca 1980 di kompetisi Galanita ( Liga Sepak Bola Wanita ). 

PSSI menerjunkan tim nasional putri 'dadakan' saat persiapan Asian Games 2018, Alm. Satia Bagdja sebagai sang arsitek gagal membawa Garuda Pertiwi lolos dari grup setelah berhasil membantai Maladewa 6-0, namun kalah dalam 2 laga akhir, 0-4 dari Taiwan dan 0-12 dari Korea Selatan. 

Tongkat estafet sang arsitek dipegang oleh Rully Nere kemudiannya, dan kini Rudy Eka Priambada. Dengan alasan pandemi, Liga 1 Putri kembali tidak bisa digelar pada tahun berikutnya, padahal Rudy Eka Priambada dihadapkan dengan AFC Women Cup 2022 di India. 

Dengan bermodalkan pemain 'amatir' tanpa klub dan penjelmaan dari futsal putri, coach Rudy bisa membawa Garuda Pertiwi lolos ke putaran final AFC Women Cup 2022, setelah menang agregat 2-0 dalam 2 leg di kualifikasi melawan Singapura. Suatu keuntungan bagi Indonesia mendapat slot di putaran final karena beberapa negara mundur salah satunya Korea Utara. 

Berhadapan dengan Australia, Thailand, dan Filipina, Garuda pertiwi terlalu 'manis' dari mereka yang telah merasakan asam garam sepak bola wanita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline