Lihat ke Halaman Asli

Rusti Lisnawati

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

The Diary of Amos Lee: Terbiasa karena Dipaksa

Diperbarui: 28 Mei 2024   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Pribadi

Buku dengan ketebalan 140 halaman dan diterbitkan oleh Penerbit Buah Hati, Jakarta ini menceritakan tentang keseharian seorang anak laki-laki yang dipaksa menulis oleh ibunya. Menariknya, kegiatan menulis itu dilakukan ketika sang anak sedang melakukan 'urusan penting' di WC alias di kamar mandi! Omong-omong, oleh orang tuanya, anak ini diberi nama Amos Lee dengan harapan agar suatu hari nanti anak laki-laki pertama mereka bisa terkenal.

Bukan tanpa sengaja Amos menulis di WC. Lagi pula, kalau dipikir-pikir, anak kecil mana yang mau berpikir ketika mereka sedang buang air besar? Jangankan anak kecil, orang dewasa pun sering kali malas berpikir di situasi seperti itu. Pada saat membuang air besar, yang diinginkan hanya satu; buang air besar dengan tenang. Tanpa mengejan. Tanpa berpikir keras!

Peristiwa menulis di WC terjadi lantaran resolusi Tahun Baru sang ibu yang menginginkan anak laki-lakinya menulis. Ibu dengan sengaja memasang rak gantungan berisi buku, bolpoin, dan pensil warna di tembok di atas WC. Awalnya Amos merasa terpaksa karena dia tidak melakukan 'urusan penting' di kamar mandi dengan damai. Namun, lama-kelamaan dia mulai terbiasa.

Ada satu kalimat yang (menurut saya) mengena di hati;

"Ayah bilang, kegiatan menulis akan mengajariku melakukan banyak hal sekaligus. Itu kemampuan yang sangat penting untuk aku miliki saat sudah bekerja nanti." (Foo, 2011:2).

Seorang publik figur pernah mengatakan, ada dua kemampuan yang perlu dimiliki oleh manusia; berbicara dan menulis. Karena keduanya sangat dibutuhkan dalam dunia pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. 

Yah, barangkali, resolusi Tahun Baru ibu Amos memiliki tujuan ganda secara tersirat. Di samping ingin sang anak memanfaatkan waktu di dunia dengan sebaik mungkin, juga untuk melatih kemampuan menulis dan kreatifitas Amos. 

Buku series anak yang ditulis oleh Adeline Foo, dengan mengambil latar belakang Singapura ini mula-mula dimulai dengan tulisan Amos yang biasa saja. Seperti menceritakan keluarga, hari-hari Amos di sekolah, hal apa saja yang ingin dilakukan oleh Amos pada adik perempuannya yang ia panggil PRJ (Pengeluh, Risih, Jengkelin), dan apa saja yang sudah dia lakukan bersama dua temannya. 

Semakin hari tulisan Amos semakin berkembang. Dari yang awalnya hanya menulis satu-dua paragraf, kemudian berlanjut menjadi beberapa paragraf yang panjang. Sesekali Ayah dan Ibu Amos mengoreksi penulisan Amos yang salah atau keliru. Sesekali juga kedua orang tua Amos menyisipkan saran untuk cerita yang sudah ditulis oleh Amos berdasarkan pengalamannya. Kadang Amos menanggapi ini dengan biasa saja, kadang dengan perasaan kesal lantaran ia merasa sudah tidak memiliki privasi lagi di kamar mandi. Namun, di samping itu Amos selalu menerima saran dan koreksi dari Ayah dan Ibunya.

Penulis buku series anak ini, Adeline Foo merupakan seorang penulis cerita pendek dan cerita anak yang berasal dari Singapura. Adeline dengan apik membuat cerita ini seolah-olah ditulis oleh anak kecil. Bahasa yang digunakan layaknya bahasa yang dipakai oleh anak-anak dengan sejuta kepolosan dan rasa ingin tahunya yang menggebu-gebu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline