Lihat ke Halaman Asli

Rustian Al Ansori

TERVERIFIKASI

Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Puisi | Hujan Petang Mengaliri Rindu

Diperbarui: 2 Juni 2020   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (dokpri)

Hujan telah membersihkan pentang ini dari tumpukan debu sebelum sempat menyebar dibagi angin. Menjadi tempat sepasang angsa bernain. 

Petang ini tak benderang. Hujan telah membatalkan ritual perpisahan dengan matahari yang akan pulang. Lukisan di cakrawala hanya garis hitam membentang.

Setiap petang tidak selalu di taburi jingga. Hujan menyelip rindu yang kadang ingin besama. Gestur hujan tidak bisa dibaca, tapi rindu adalah indra hujan yang membikin nyawa. 

Ketika hujan petang ingat waktu berlalu. Ketika sepasang kekasih berteduh nenyaksikan angsa jantan dan betina kawin tanpa malu. Perempuan mengalihkan pandangan jauh ketika lelaki mulai merayu. 

Hujan petang telah mengaliri rindu. Kanvas petang telah melukis sepasang angsa yang basah kuyup tanpa ragu. Sementara sepasang kekasih masih ragu-ragu.

Sungailiat, 1 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline