Lihat ke Halaman Asli

Rustian Al Ansori

TERVERIFIKASI

Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Puisi | Pagi Terasa Berpantun, Narasi Mendoakan Embun

Diperbarui: 21 April 2020   06:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Telah dibasuhnya wajah dengan embun, bukan karena sudah pikun. Hanya ingin merasakan air murni bisa menyejukkan kulit yang mulai mati. Tetap awet muda seperti hijaunya daun. Bisa bertahan kuat di beberapa pagj.

Telah menjadi penikmat embun. Tak ingin membiarkannya tegeletak kemudian terinjak. Mengamalnya tanpa mantra hanya keyakinan dari tahun ke tahun.

Ketika pagi membiarkan kaki basah tanpa di alas menginjak embun. Sedang mengaliri tubuhnya dari kaki yang menguatkan imun. Pagi terasa berpantun. Narasi pagi mendoakan embun. 

Embun di dua telapak tangan yang belum keriput telah membasuh wajah yang mulai kerisut. Telapak tangan yang mengenggam, wajah yang tidak bisa diam. Telinga, hidung, mulut dan mata indra yang membebani. Tangan yang bisa disembunyi. 

Jangan terbebani, karena langkah menjadi tertatih. Kau terlalu letih. Telah menjadi lekas menua. Bukan embun yang bisa mengalahkan garis usia yang menggurat wajah. Tapi untuk menerima apa adanya, menjadi orang tabah. 

Sungailiat, 21 April 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline