Lihat ke Halaman Asli

Rustian Al Ansori

TERVERIFIKASI

Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Mandi Belimau, Sambut Ramadan di Bangka Tersandra Pandemi dalam Pro dan Kontra

Diperbarui: 19 April 2020   12:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adat Mandi Belimau di Bangka (dokpri)


Tradisi  Mandi Belimau di desa Kimak, kabupaten Bangka sudah ada sejak 300 tahun lalu. Pertama kali yang memperkenalkan tradisi ini adalah Depati Bahrin seorang tokoh pejuang di Bangka yang melawan penjajah Belanda. Tradisi ini digelar menjelang memasuki bulan suci Ramadhan yang kembali dihidupkan  tahun 1999 oleh Bupati Bangka waktu itu Eko Maulana Ali.

Apakah tahun ini akan kembali digekar? Sepertinya ritual yang menghadirkan banyak orang dalam kerumunan massa di masa pandemi Covid-19 tidak akan digelar. Pemkab Bangka sudah menunda berbagai event termasuk yang berskala internasional seperti Sungailiat Thriatlon 2020.

Ritual yang tahun 2019 lalu dihidupkan kembali sempat ditentang warga terkait dengan adanya penapsiran yang berbeda terhadap kegiatan adat tersebut. Adat Mandi Belimau yang dihidupkan kembali setelah berjalan 20 tahun ditentang sekelompok masyarakat. Ketika adat budaya ditapsirkan dalam agama pasti akan menimbulkan pro dan kontra.

Bupati Bangka memutuskan acara adat Mandi Belimau tetap dilaksanakan pada tahun 2019. Pemimpim acara adat H. Elyasak tetap menjalankan fungsinya sebagai pemimpin acara adat. Pemimpin pondok pesantren di desa Kimak ini tidak terganggu dengan sedikit kegaduhan yang menentang. Ia memandikan para tamu yang hadir dengan air yang telah di doakan serta di isi  berbagai ramuan dan limau (jeruk tentunya).

Tahun 2020, adat Mandi Belimau yang sudah menjadi kalender event pariwisata Bangka Belitung tidak bisa digelar karena pandemi Corona. Pemimpim  yang pertama dari sejarah Mandi Belimau adalah Depati Bahrin yang dikenal sebagai seorang bangsawan keturunan kerajaan Mataram. Sejarah mengungkapkan, akibat kejaran pasukan Belanda membuat Depati Bahrin bersama pasukan pengawalnya harus melarikan diri ke pulau Bangka.

Kejadian itu diperkirakan sekitar tahun 1700. Ketika melarikan diri dari kejaran pasukan Belanda inilah Depati Bahrin melakukan Mandi Belimau atau mandi pertaubatan. Ritual mandi ini dilakukan bersama tokoh - tokoh masyarakat di zaman itu seperti, Akek Pok, Akek Jok, Akek Gok, Akek Sak, Akek Mis, Akek Daek, akek Andung. 

Selain itu dokutip dari catatan sejarah Mandi Belimau terdapat pembesar lainnya yang bermukim dihulu sungai Baturusa, tepatnya wilayah Limbung Pancur Penareh, juga mengikuti tradisi ini. Mandi Belimau dilakukan menjelang bulan Ramadhan atau ketika hendak melaksanakan ibadah puasa. Namun pelaksanaan tradisi ini sempat terhenti. Kemudian sejak tahun 1999, tepatnya saat Ir. H. Eko Maulana Ali menjabat sebagai Bupati Bangka tradisi Mandi Belimau kembali dihidupkan.

Tujuan menghidupkan tradisi ini untuk menjaga agar tradisi mandi Belimau tidak hilang ditelan zaman. Tradisi ini biasanya digelar pada Minggu terakhir bulan Sy'ban sebelum memasuki bulan Ramdhan.

Mempertahankan acara adat Mandi Belimau sebagai aset budaya, perlu adanya campur tangan lembaga adat bersama tokoh agama setempat untuk mencari titik temu dari sebuah perbedaan. Keberadaan acara adat sudah layak dilindungi dengan membuat regulasi seperti peraturan darah.

Salam dari pulau Bangka.

Rustian Al'Ansori

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline