Lihat ke Halaman Asli

Rustian Al Ansori

TERVERIFIKASI

Menulis kehidupan, Menghidupkan tulisan

Puisi | Berpantun Embun

Diperbarui: 15 April 2020   06:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Lelaki datang dengan secangkir kopi
ketika masih banyak embun belum ada matahari
kali ini berpantun tapi tidak berpuisi
bersama kokok ayam telah mengawali

Pantun pertama
syair berirama

Embun menimbun hijaunya daun
daun dipetik dibikin lalapan
Masih pagi sudah melamun
berhentilah melamun tatap masa depan

Lelaki telah mengalun pantun
syair pertama yang dinyawai embun
bukan lelaki Melayu bila tidak bisa berpantun
telah diwarisi warisan leluhur
kembali kata dipilih bait diatur

Pantun kedua
syair bertanya

Kakek berjalan di tengah embun
Tulangnya ngilu karena kedinginan
Mengapa masih ada yang pura-pura pikun
melupakan saudara kita yang butuh bantuan

Lelaki telah berpatun embun, hingga kopi kedinginan lupa diseruput
ketika matahari mulai naik telah mengeringkan embun di rumput
ia mulai gelisah tidak ada lelaki yang mewarisi pantun disaat kulit wajahnya mulai keriput

Sungailiat, 15 April 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline