Lihat ke Halaman Asli

Rustian Al Ansori

TERVERIFIKASI

Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Puisi | Pantai Kemarau (2)

Diperbarui: 27 Agustus 2018   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Mencari Harmoni di pasir pantai yang tergoreng kemarau. Telah dikais pasir pantai yang putih tanpa iri dengki tak ditemukan harmoni yang bisa dijangkau. Harmoni telah pergi bersama kepentingan yang dibawa dengan keranjang dipenuhi fitnah. Pantai kemarau mengeringkan luka namun tak mengeringkan nanah. Pantai membusuk bangkai yang telah menyatu dengan tanah.

Pantai kemarau sulit diwangikan angin. Pantai kemarau tak lagi menjadi tempat yang nyaman buat Camar kawin. Batu karang tak lagi tajam. Pasir pantaipun perlahan menghitam.

Sudahlah tak perlu lagi harmoni dicari. Harmoni itu ada diantara kita yang kita buat sendiri. Harmoni itu adalah hati. Harmoni itu suci.  Bila tidak ditemukan di pantai kemarau berarti telah pergi karena telah dirusak sendiri. Mengapa kita begitu mudah diadu domba. Ketika hasutan memporak - poranda. Jangan salahkan sejarah. Adu domba kita ketahui bersama telah menjadi senjata penjajah memecah - belah.

Tinggalkan harmoni tenggelam di pasir putih pantai. Biarkan waktu akan menentukan ketika kemarau pergi melambai. Harus diakui alam sedang gersang. Keberagaman kita sedang ditantang. Persatuan kita sedang digoyang. Belajar dengan gelombang, walau kadang bergejolak tapi tetap tenang.

Sungailiat, 27 Agustus 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline