Lihat ke Halaman Asli

Rustian Al Ansori

TERVERIFIKASI

Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Hujan Lagi Kawan

Diperbarui: 13 Maret 2018   18:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kupenuhi lembaranku dengan kata hujan. Hujan lagi, turun lagi ketika petang tak bisa tertahan. Kembali basah, bumi basah, rambut basah ketika ketahuan. Hujan tak kan berhenti hingga berakhir petang dalam kesendirian.

Hujan telah bebas mencurahkan keinginan yang bisa menenggelamkan. Hujan disetai petir  akan mendatangkan banjir yang memporak - porandakan perkampungan. Hujan tak main - main kawan.

Hujan mulai genit dengan cubit yang tak sakit. Kutelah ditaksir hujan ketika petang sudah sempit. Hujan membasahi tubuhku menggigil mulai terasa sakit. Masih ada harap semoga petang ini hidup tak terasa pahit.

Hujan dalam kenangan. Hujan banyak kesan. Hujan ditulis dalam tulisan. Hujan dilukis dalam lukisan. Hujan dihujat dalam umpatan. Hujan disukai pasangan baru kawinan. Hujan dijadikan anak - anak mainan, berlarian dalam hujan.

Aku dan hujan telah menyatu. Bedua - duaan dengan hujan terasa membeku. Petang ini hujan telah memberi isyarat tanpa sarat. Hujan telah membasahi lembaran surat. Hingga telah kehilangan wasiat. Satu pesan yang tak lagi diingat. Hujan telah melunturkan aksara. Hujan telah merusak kata - kata. Tapi hujan tak bisa bisa hancurkan hati yang tersimpan kata cinta.

Cinta sejati. Ada pada hati. Hati penuh kehangatan tak kan dikalahkan hujan. Cinta yang hakiki ada pada kesetiaan. Jangan remehkan hujan, kawan.

Sungailiat, 13 Maret 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline