Kamis siang (1/2) saat berhenti di warung bakso di perempatan Air Ruai Pemali, kabupaten Bangka yang kebetulan berseberangan langsung dengan SPBU. Saya tertarik melihat pemandangan yang tak biasa karena panjangnya antrian mobil semuanya bermesin disel hingga ke tepi jalan Imam Bonjol.
Saya langsung mengambil handphone untuk mengabadikan. Jepretan pertama dari jarak sekitar 50 meter dapat saya ambil dua kali jepret. Tidak puas dengan hasil yang saya dapat, saya maju beberapa langkah. Belum sempat mengambil gambar, saya sudah diteriaki penjaga SPBU dan orang - orang yang berada di sana yang sedang melakukan pengisian solar.
Tampak mereka tidak senang dengan apa yang saya lakukan. Untuk amannya situasi saya urungkan niat terus mngambil gambar. Saya mengambil langkah berbalik menuju warung untuk menyantap makanan yang sudah saya pesan. Beberapa saat kemudian ketika sedang menyantap makanan, tampak dua orang dari arah SPBU, satu berseragam sebagai karyawan SPBU yang satunya menyusul kemudian dengan pakaian biasa. Mereka bersuara keras memesan soto.
Kembali diam - diam saya mengambil gambar dan dapat terekam pegawai SPBU yang berada di belakang saya. Dua orang itu tidak menyantap makanan apa - apa. Beberapa saat mereka kembali ke SPBU. Dua orang ini dugaan saya sedang memata - matai. Tapi saat mereka berada di dalam warung tidak berbicara apa - apa maupun menegur saya. Mungkin sungkan, mungkin juga sudah mengenal saya sebagai orang biasa saja (bukan wartawan).
Pemandangan antrian kendaraan di SPBU kembali terjadi di daerah ini beberapa bulan terakhir. Pemandangan ini sempat terhenti beberapa tahun seiring dengan penertiban tambang timah rakyat, yang sebagian juga tambang timah ilegal. Antrian panjang beberapa bulan terakhir ini yang dilakukan pengemudi mobil bermesin disel di SPBU, mungkin saja disebabkan kembali maraknya kegiatan penambangan timah. Urusan penambang timah ilegal di Bangka ranahnya aparat penegakan hukum, tinggalkan saja. Urusan itu aparat penegak hukumlah yang tahu, apa yang harus dilkukan.
Pengalaman siang ini menunjukan bahwa, antrian panjang kendaraan di SPBU kembali terjadi terutama siang hari sebelum dilakukan distribusi solar dari pertamina. Kendaraan yang antri ini menunggu hingga distribusi selesai, untuk selanjutnya seluruh kendaraan akan melakukan pengisian. Dalam waktu yang tidak lama antrian kendaraan itu mendapat giliran pengisian, seketika itu pula persediaan solar tidak lama di SPBU tinggal sedikit, bahkan habis.
Kondisi ini menyebabkan masyarakat yang ingin mendapatkan solar terpaksa membeli di pedangang BBM eceran dengan harga yang lebih mahal dalam jumlah tidak banyak. Bukan lagi rahasia umum, solar yang dibeli di SPBU dengan harga rendah dijual kembali dengan harga tinggi terutama kepada kegiatan pertambangan dan mungkin pula kegiatan industri lainnya. Berbisnis solar telah menjadi sumber kehidupan dari para "pengerit" sebutan bagi para pengantri BBM Solar SPBU di Bangka.
Pengalaman saya mengambil gambar antrian kendaraan di SPBU Kamis siang, hingga diteriaki petugas SPBU dan orang - orang disitu menunjukan ketidaksenangan mereka semakin membuat tanda tanya besar terhadap keberadaan solar yang dibeli secara besar - besaran itu hanya untuk kepentingan orang - orang tertentu saja.
Bila solar ini bersubsidi, kemudian dijualan dengan harga lebih tinggi lagi, sudah pasti menyalahi. Namun salah benar dalam aturan lagi-lagi sebagai orang biasa hanya bisa bicara, semua tergantung dengan sikap aparat penegak hukum.
Salam dari pulau Bangka(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H