Lihat ke Halaman Asli

Rustian Al Ansori

TERVERIFIKASI

Menulis kehidupan, Menghidupkan tulisan

Potret Keluarga Miskin Desa "Masih Miskin Papa" di Neknang

Diperbarui: 29 Oktober 2017   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siti Aisyah (107 tahun) warga desa Neknang Kabupaten Bangka (dok.pribadi)

Rumah tua yang sederhana dengan atap dan dinding seadanya, kentara terlihat kemiskinan dari penghuninya diantara rumah - rumah permanen di sekitar yang berada di tengah - tengah desa Neknang Kabupaten Bangka adalah pasangan suami istri Sarkasih (53 tahun) dan Rostiawan(53 tahun) bersama ibu mertua Sarkasih yang merupakan ibu kandung dari istrinya Rostiawan yakni Siti Aisyah (107 tahun).

Ketika saya bertandang ke kediamannya, bersama rombongan Bupati Bangka Tarmizi Saat yang sengaja mampir setelah pelantikan Kepala Desa Neknang, karena mendengar bahwa teman satu sekolah ketika SD yakni Sarkasih tinggal di desa Neknang, desa yang berjarak sekitar 40 km dari kota Sungailiat, pusat pemerintahan kabupaten Bangka.

Sarkasih bersama istri menyambut kedatangan kami. Serta ibu mertuanya hanya diam duduk di depan jendela sambil memandang kami dengan tersenyum. Ketia saya ajak bicara menanyakan kabarnya, ia menjawab dengan menggerakan telunjuk tangan ke arah telinganya. Ternyata ia tidak bisa mendengar lagi karena kerentaan usia.

Istrinya Rostiawan yang berkisah tentang kondisi keluarganya dari anaknya berjumlah 7 orang, yang saat ini tersisa 3 orang karena 4 orang anaknya sudah lebih dahulu meninggal dunia.

Kehidupan sehari - hari untuk menghidup keluarga, ia bersama suami setiap pagi menyadap getah karet.

" Cukuplah dengan getah karet bisa untuk makan," katanya seraya menyeka keringat yang masih menempel diwajah.

Rumah keluarga Sarkasih di desa Neknang (dok. pribadi)

Dokumentasi pribadi

Rumah sederhana yang ia tempati sudah selama sekitar 30 tahun tanpa ada perbaikan, serta tidak memiliki jamban. Syukurlah, Tarmizi Saat yang merupakan teman SD Sarkasih bersedia membantu membuatkan jamban.

Selain menyadap karet, Sarkasih untuk menambah penghasil dengan menjual kayu bakar yang diambilnya di hutan yang tidak jauh dari kampung tempatnya tinggal. Sebelum meninggalkan kediaman Sarkasih, Tarmizi sempat memborong seluruh kayu bakar yang masih tersisa dengan harga Rp 150 ribu rupiah.

Terpancar raut wajah gembira Sarkasih setelah menerima uang dua lembar Rp. 100 ribu, tanpa perlu ada kembalian.

" Ambil saja , " ujar Tarmizi.

Kayu bakar Zarkasih habis terjual (dok. pribadi)

Inilah potret kemiskinan yang masih tersisa. Masih ada keluarga miskinan lainnya yang perlu santunan. Untuk itu orang - orang dekat dengan keluarga miskin, yang mengetahui kondisi sekitarnya untuk peduli, setidak melaporkan kepada instansi terkait yang menangani masalah kemiskinan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline