Malam semakin larut.
Suara dengkur laki – laki itu semakin nyaring.
” Ia memang tampan, ” batinnya, kepada laki – laki yang hampir menginjak usia 50 tahun itu yang sedang pulas tertidur.
Sudah 16 tahun perkawinan, namun Tince masih belum yakin laki – laki yang sedang pulas tidur itu mencintainya. Berjuta pertanyaan dalam batinnya, penuh keraguan terhadap ketulusan cinta Ajew yang telah memberikannya tiga orang anak. Ketakutan akan karma dari masa lalu ibunya juga menikah dengan ayahnya dalam status masih suami perempuan lain.
”Apakah peristiwa serupa juga akan menimpa diriku?” Tanya Tince kepada dirinya sendiri.
Perenungan selalu dilakukan setiap malam saat suami dan anak – anaknya terlelap tidur. Ia merasa wajahnya tidaklah cantik. Tidak setara dengan wajah suaminya yang tampan. Tubuh Tince, agak bulat berisi serta gurat wajah yang keras seperti kelaki – lakian.
” Suamiku menikah dengan ku karena status sosial, karena bapakku pejabat, ” batin Tince lagi.
Kecamuk itu terus saja membebani batinnya.Ketakutan, suatu saat suaminya juga akan dirampas wanita lain.Masa lalu suaminya pernah memiliki pacar, wanita Jawa yang tinggi semampai dengan paras ayu serta rambut panjang terurai. Tince paling tidak suka memelihararambut panjang terurai. Rambutnya yang pendek saja sering rontok. Berbagai upaya dilakukan untuk mempercantik diri, termasuk menyuburkan rambut dan membeli kosmetik mahal agar wajahnya bersih mengkilap. Hasilnya, kosmetik mahal itu telah membuat wajahnya terbakar sehingga tampak kehitam - hitaman.Wajahnya semakin tidak karuan.
”Apakah suamiku sudah memiliki simpanan wanita lain.”
Pikiran buruk itu coba ditepi. Bila terus dibayangkan, Tince semakin takut. Rasanyaasib dirinya akan di madu semakin dekat. Kembali ia mengenang masa disaat Ajew memutus menikah dengannya. Kebanggaan yang luar biasa, karena mendapat suami yang tampan.
” Perbaiki keturunan, ” ujarnya kepada teman – teman dekatnya dengan bangga.