Lihat ke Halaman Asli

Rustan Ibnu Abbas

Penulis, Trainer

Masihkah Kita Setia Bersahabat dengan Buku?

Diperbarui: 23 April 2022   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Survey kecil-kecilan yang saya lakukan di tempat saya bekerja tentang membaca buku hampir semunya tidak pernah membaca buku, apalagi membeli buku. Rata-rata menjawab hanya membelikan buku pelajaran untuk anaknya. 

Fenomena ini merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan menurut saya sebab membaca meruapakan hal yang sangat penting untuk kemajuan suatu bangsa. Saya berkeyakinan bahwa semacam ini sudah merata ditengah masyarakat kita. 

Hal ini juga didukung oleh hasil  survei tahun 2019 Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019  minat baca masyarakat Indonesia  menempati ranking ke 62 dari 70 negara artinya minat baca berada 10 besar paling rendah minat bacanya. 

Sungguh menjadi tantangan yang tidak mudah dihadapi, sebab bangsa yang kurang minat baca, pasti kurang juga literasinya dan efeknya bagaimana bisa mencerdaskan kehidupan bernegara kalau tidak rajin membaca.

Efek langsung yang bisa kita rasakan saat sekarang ini adalah banyak yang suka berkomentar tanpa mendalami suatu masalah. Lihatlah fenomena ini dimedia sosial rata-rata yang banyak komentar negatif biasanya tidak memca secara untuh isi suatu berita dan hanya membaca judulnya saja atau boleh jadi kita salah satu diantaranya.

Dampak dari dari minat baca yang kurang ini bisa kita lihat semakin jarangnya toko-toko buku yang menjual buku. Saya punya teman yang awalnya sangat semangat membuka toko buku namun seiring bejalannya waktu hanyak sekitar 3 tahun toko bukunya tutup, karena memang orang yang membeli buku sudah sangat jarang. Selain itu juga karena peredaran buku bajakan yang harganya jauh lebih murah.

Permasalahan lain juga karena akses masyarakat untuk membeli buku terbatas karena harganya yang semakin tinggi, ditengah-tengan kemerosotan ekonomi pasca pandemi ini. 

Disisi lain data Ikapi menyebutkan  akibat pandemi, sebanyak 58,2 persen penerbit mengalami penurunan penjualan dan hanya 4,1 persen yang penjualannya stabil selama terjadinya pandemi Covid-19 setahun terakhir. 

Masyarakat lebih memilih akses internet ketimbang membeli buku. Namun perlu kita tahu bahwa akses internet tidak semuanya menyediakan literatur yang lebih lebih mendalam pada apa yang ingin kita kuasai. 

Ketersediaan buku yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat juga menjadi tantangan  bagi pemerintah yang berpenduduk 273 Juta ini. Total jumlah bahan bacaan dengan total jumlah penduduk Indonesia memiliki rasio nasional 0,09. 

Artinya satu buku ditunggu oleh 90 orang setiap tahun, sehingga Indonesia memiliki tingkat terendah dalam indeks kegemaran membaca. Bandingkan misalnya dengan negara Asia lainnya misalnya Jepang atau Korea rata-rata memiliki 20 buku baru bagi setiap orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline