Malam 17 Ramadhan 40 Hijriyah (28 Januari 661 M) menjadi momen yang sangat mengerikan, disaat kaum muslim sedang dalam khusyuk beribadah, memperbanyak doa dan zikir tersebutlah seorang Ahli ibadah, penghafal quran, gemar bepuasa pada siang hari dan shalat malam bernama Abdurrahman bin Muljam. Abdurrahman bin Muljam bukanlah orang sembarangan, dia pernah menjadi utusan khalifah Umar bin Khattab ke Mesir menjadi pengajar Al-quran atas permintaan Gubernur Mesir 'Amar bi Al-Aash yang membutuhkan seorang guru pengajar quran.
Setelah polemik politik pasca terbunuhnya khalifah Utsman tahun 656 antara Ali yang diangkat sebagai pengganti Utsman dengan Gubernur Syam Muawiyah bin Abu Sufyan. Pertentangan politik antara Ali dan Muawiyah mengakibatkan pecahnya Perang Shiffin dan sebelum perang berakhir terjadi gencatan senjata yang diprakarsai Amr bin Ash mengangkat mushaf dan memutuskan hukum sesuai Kitabullah (Al-Qur'an) yang disebut sebagai"Tahkim" atau arbitrase
Rupanya ada kelompok yang kecewa dengan keputusan ini dan akhirnya memilih untuk memisahkan diri. Kelompok ini dikenal sebagi Khawarij. Kelompok ini menyatakan memberontak pada muawiyah dan Ali serta mengkafirkan semua orang yang tidak sependapat dengan mereka. Khalifah Ali kemudian memerangi mereka dalam perang Nahrawan yang akhirnya kelompok khawarij ini tersisa sedikit. salah seorang yang tersisa ini adalah ibnu Muljam.
Ibnu Muljam yang sudah mendendam lama dengan khalifah Ali akhirnya merencanakan pembunuhan. Dia kemudian mengajak dua orang untuk ikut membunuh orang-orang yang dianggap paling bertanggungjawab terhadap peristiwa perang Nahrawan. Al-Burak bin 'Abdillah at-Tammi dan 'Amr bin Bakr at-Tammi, kedua ingin membalaskan dendam orang-orang yang terbunuh pada perang tersebut. Ada 3 orang yang paling bertanggung jawab yaitu Ali bin Abi thalib, Muawiyah dan Amr bin Ash. Ibnu Muljam akan membunuh Ali, Burak berencana membunuh Muawiyah dan Ibnu Bakr akan membunuh Amr bin Ash.
Untuk melancarkan aksinya Ibnu muljam dibantu oleh 2 orang lainnya yaitu Wardan dan Syabib. Mereka kemudian bergerak melancarkan niatnya pada malam 17 Ramadhan 41 H Amirul mukminin Ali bin Abi thalib hendak melaksanakan shalat subuh kemudian Ibnu Muljam menyabetkan pedang beracun ke bagian ke bagian tubuh Ali bin Abi thalib dan berhasil melukai dan berteriak" Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, bukan milikmu atau orang-orangmu wahai ali" seraya membacakan ayat dalam Al Quran :
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya". [al Baqarah/2:207].
Akhirnya Ali bin Abi Thalib wafat setelah 2 hari mengalami luka yang cukup parah. Ibnu Muljam kemudian dijatuhi hukuman mati dengan cara di hukum mati. Adapun Wardn, ia langsung terbunuh. Sedangkan Syabb berhasil meloloskan diri.
Hikmah dari kisah diatas untuk masa sekarang adalah hendaknya kita lebih berhaiti-hati pada pemahaman khawarij baru yang dengan mudah mengkafirkan, melakukan kekerasan bahkan membunuh atas nama agama. Kita selalu dingatkan untuk tidak mudah melabeli seseorang sesat atau kafir tanpa alasan yang dibolehkan secara syar'i. Dakwah yang dilakukan juga tidak boleh dilakukan dengan pola kekerasan yang ujung-ujung hanya akan menyebabkan orang semakin menjauh dari hidayah Islam. Dakwah itu merangkul dengan hikmah, argumen yang kuat serta dalil yang shohih akan membuka pikiran bagi orang yang mengenal dan mendalami Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H