Yusril Ihza Mahendra terkenal lantang memberikan kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sejak awal mula kepemimpinan rezim Jokowi Yusril sering menyerang kebijakan-kebijakan dengan statement menyengat.
Masih segar keingatan kita bagaimana Yusril mengkritik kebijakan pemerintah menaikkan pajak pada bulan Oktober 2015, termasuk mengkritik pengangkatan Archandra sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang memiliki kewarganegaraan ganda sebagai kelakuan yang memalukan, termasuk masalah kebijakan utang negara dan pada bulan april Yusril dengan keras mengatakan kemunduran ekonomi diera Jokowi dan mengatakan pemerintahan ini cukup satu periode
Ternya semua itu kini sudah sirna diterpa kemilau kekuasaan, dulu keras mengkritik seperti singa podium kini melempem seperti krupuk ikan karena karena sejak memutuskan menjadi pengacara pasangan Capres Jokowi-Ma'ruf kritik dan bersifat kritis pada pemerintah Jokowi kini hilang.
Apalagi minggu ini semakin diperkuat dengan adanya penegasan ketua umum PBB, akan mendukung Jokowi dua periode. Meski masih belum resmi secara kelembagaan di Partai Bulan Bintang (PBB) dan masih menunggu hasil Rapat Kerja Nasional PBB yang akan berlangsung Januari 2019, namun karena yang menyatakan langsung adalah ketuanya maka sangat besar kemungkinan opsi menjadi partai pengusung pasangan Capres Jokowi-Ma'ruf sangat terbuka lebar.
Undangan Jokowi kepada ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, di Istana Bogor, Jawa Barat pada Jumat, 30 November 2018. Seakan menegaskan kesimpulan ini. Bahkan dengan jelas yusril mengatakan kritik yang selama ini beliau lontarkan merupakan kritik membangun. Yusril sudah sangat dekat dengan Jokowi semenjak menjadi walikota di Solo dan gebernur Jakarta.
Langkah ini tentu saja tidak diamini semua kader PBB, sebagian sudah terang-terangan menentang Prof Yusril dan ingin agar mundur jadi ketua PBB. Inilah akhir dari kekecewaan Yusril akhirnya menolak bergabung dengan Prabowo-Sandi karena kecewa.
Salah satunya alasannya, dia menilai ada kesan Prabowo-Sandi hanya ingin menguntungkan timnya sendiri, dan bukannya menganut sistem 'take and gift' atau timbal balik dalam koalisi. Sangat boleh jadi dengan pertemuannya bersama Jokowi PBB sudah mendapatkan "jatah" sehingga siap mendukung di pilpres nanti.
Idelaisme dalam sistem politik demokrasi hanya nomor dua, sedangkan yang utama adalah kepentingan partai dan apa yang diperoleh darinya. Sehingga mudah kita dapatkan partai dan kader yang berjuang hanya untuk mendapatkan "jatah" politik.
Idelisme kadang dikorbankan untuk kepentingan sesaat. Politik sangat dinamis dalam waktu singkat arahnya bisa berubah dan yang memepengaruhi semuanya adalah kepentingan.
Kita masih menunggu kelanjutan partai PBB yang mengaku sebagai partai islam. Partai yang susah payah agar terdaftar untuk diikutkan sebagai peserta pemilu dengan nomor urutan akhir. Semoga suara yang diperolehnya juga bukan yang paling buntut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H