Lihat ke Halaman Asli

Rustan Ibnu Abbas

Penulis, Trainer

Terapi Menulis, Alternatif Mengelola Pikiran dan Perasaan

Diperbarui: 10 Agustus 2018   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

 Menulis, untuk sebagian orang merupakan aktivitas yang sangat berat dan membosankan, tapi bagi yang menulis merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan. Tingkat minat menulis di Indonesia masih sangat memprihatinkan terbukti dari berbagai survei kepenulisan menunjukkan bahwa tradisi menulis lebih rendah dibandingkan dengan minat membaca (Kompas, Rabu 23/11/11). 

Hal ini tentu jauh berbeda dengan tradisi menulis  di berbagai negara maju. Indonesia yang penduduknya 250 juta jiwa hanya menerbitkan 8000 buku. Jumlah yang cukup "memalukan" jika dibandingkan dengan Vietnam yang mampu menerbitkan 15.000 buku dengan jumlah penduduk yang hanya 80 juta jiwa. Jepang mampu menerbitkan 60.000 judul buku, sementara Inggris jauh lebih besar lagi, mencapai 110.155 judul buku per tahun (Harian Global 3/8/ 2009).

Terlepas dari data diatas, ternyata menulis memberikan banyak manfaat, salah satu diantaranya adalah menulis sebagai terapi  pikiran dan hati. Banyaknya persoalan yang dihadapi secara pribadi maupun di masyarakat  tentu membuat hati "galau" dan pikiran jadi stress. 

Efek dari kegalau hati dan runyamnya pikiran adalah luapan emosi yang tidak terkendali atau penyakit-penyakit tertentu yang sumber pemicunya adalah dari kondisi pikiran seperti penyakit maag atau sariawan. 

Hal ini banyak dialami oleh setiap orang  terutama di kota-kota besar yang penuh dengan beban hidup, kemacetan, tekanan sosial dan pergaulan.

Secara ilmiah sudah banyak penelitian yang telah dilakukan yang menunjukkan bukti bahwa dengan menulis dapat dijadikan terapi , khususnya yang berkaitan dengan masalah mental seperti perasaan tertekan, emosional, peristiwa traumatik dan sebagainya.

Menurut Karen Baikie, seorang clinical psychologist dari University of New South Wales, menuliskan peristiwa-peristiwa traumatik, penuh tekanan serta peristiwa yang penuh emosi bisa memperbaiki kesehatan fisik dan mental. 

Dalam studinya, Baikie meminta partisipan menulis 3-5 peristiwayang penuh tekanan selama 15 - 20 menit. Hasil studi menunjukkan, mereka yang menuliskan hal tersebut mengalami perbaikan kesehatan fisik dan mental secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang menulis topik-topik yang netral. 

Menurut Baikie, terapi menulis ekpresif ini akan meningkatkan kadar stres, suasana hati yang negatif, gejala-gejala fisik, serta penurunan suasana hati yang positif di tahap awal. Akan tetapi, dalam jangka panjang, banyak studi yang telah menemukan bukti mengenai manfaat terapi menulis bagi kesehatan. Parapartisipan melaporkan merasa lebih baik, secara fisik maupun mental.

Menulis, menurut peneliti dari Universitas Texas, James Pennebaker, bisa memperkuat sel-sel kekebalan tubuh yang dikenal dengan T-lymphocytes. Pennebaker meyakini, menuliskan peristiwa-peristiwa yang penuh tekanan akan membantu Anda memahaminya. Dengan begitu, akan mengurangi dampak penyebab stres terhadap kesehatan fisik Anda.

Untuk memulai menulis tidak ada aturan baku atau dibatasi oleh usia. Menulis juga tidak harus yang panjang dan ilmiah yang justru bikin pusing kepala tapi menulis bisa dimulai dari hal-hal yang ringan dan dikuasai, materi bisa bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline