Lihat ke Halaman Asli

Rustani Pratikno

Rustani Pratikno

Implementasi Aqad Qardul Hasan pada Bank Syariah

Diperbarui: 8 Desember 2020   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Definisi Qard


Qardh secara bahasa berasal dari kata al-Qath' harta yang dipinjamkan merupakan bagian dari harta milik pihak yang memberi pinjaman. Maksudnya, jadi harta yang di pinjamkan kepada seseorang itu bukan milik orang lain tetapi miliknya sendiri. Dari definisi menurut ahli fiqih Qardh berarti suatu pinjaman harta yang diberikan kepada pihak yang meminjam yang dikemudian hari peminjam itu wajib atau harus mengembalikan harta pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah harta yang dipinjamnya ketika peminjam sudah mampu untuk membayarnya
Akad Qardh di Indonesia diatur pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2015 tentang Qardh diartikan sebagai pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam waktu tertentu.
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES) Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan antarlembaga keuangan syari'ah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IV/2001, Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. Nasabah Al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akad Qardh pada hakikatnya adalah bentuk pertolongan dan kasih sayang bagi yang meminjam, bukan suatu sarana untuk mencari keuntungan bagi yang memijamkan, di dalamnya tidak ada imbalan dan kelebihan pengembalian. Namun dalam Qardh ini mengandung nilai kemanusiaan dan sosial dimana dalam akad ini peminjam tidak boleh mensyaratkan keuntungan dalam pinjaman dan ia boleh menerima lebih jika peminjam memberikannya dalam jumlah yang lebih selama tidak dipersyaratkan di awal dan tidak diperjanjikan.


Rukun dan Syarat Akad Qard


Rukun Qard
Rukun Qardh menurut ulama Hanafiyah adalah ijab dan kabul. Sementara menurut Jumhur ulama rukun Qardh ada tiga, yaitu: 1) dua orang yang berakad yang terdiri dari: muqridh (yang memberikan utang) dan muqtaridh (orang yang berutang), 2) Qardh (barang atau objek yang dipinjamkan), 3) shigat ijab dan kabul.
Syarat Qard
Ketentuan dan syarat harta qardh dari segi kepemilikan berlaku ketentuan dan syarat al-mabi' (benda yang diperjualbelikan), yaitu harta yang di-qardh-kan harus milik muqridh karena sifat al-tamlik-nya sama, yaitu harta Qardh berpindah kepemilikannya dari milik muqridh menjadi milik muqtaridh sehingga muqridh harus memiliki hak untuk memindahkan kepemilikan barang yang di qardh-kan.


Implementasi dan Praktik Akad Qard pada Perbankan Syariah


Pelaksanaan program al-qardh dan al-qardhul hasan didasarkan pada fatwa DSN-MUI Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah; dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
Satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. Karena bunga dilarang dalam Islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih khusus lagi, pinjaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial, tetapo bersifat sosial.
Pinjaman kebaikan, Al-Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan sodaqoh. Ketentuan mengenai Qardhul Hasan telah diatur dalam Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IX/2000.
Persoalan yang mendasar dalam aplikasi perbankan syariah adalah apakah al-Qardh dan al-Qardhul Hasan dapat menjadi sebuah pertanggung jawaban sosial di perbankan syariah? Dalam undang-undang nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 2, 3, dan 4, menjelaskan bahwa perbankan syariah dalam menjalankan fungsinya bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalm rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Sebagai salah satu implementasi tujuan tersebut perbankan syariah dapat menjalankan fungsi sosialnya dalam bentuk baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Akad Qardh biasanya diaplikasikan di perbankan syariah seperti:
Penyaluran dan zakat yang bersifat produktif (dana bergulir) yang diperuntukan sesuai syariat yaitu diberikan kepada delapan hasnaf. Biasanya penyaluran zakat ini merupakan produk kerja sama antara BAZNAS dengan bank syariah, BAZNAS sebagai lembaga penghimpun dana dan penyalurannya melewati model transaksi bank.
Pembiayaan pengurusan haji, berdasarkan Fatwa DSN No: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji.
Anjak piutang yang berlandaskan pada Fatwa DSN No. 67/DSN-MUI/III/2008 tentang Anjak piutang syariah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline