Lihat ke Halaman Asli

rustan amarullah

insan yang penuh curiosity dan terus belajar

“2 Periode (Mungkin) Menghambat Demokrasi”

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hiruk pikuk demokrasi dengan sukacita disambut dengan banyaknya baliho, spanduk, dan poster atau apapun namanya dengan wajah-wajah calon wakil rakyat yang sebagian besar belum begitu familiar. Trend memasang wajah dengan sedikit pesan di bawahnya (bahkan pesannya pun kurang begitu jelas dan terkalahkan dengan besarnya wajah si calon) menyiratkan bahwa kebebasan memilih dan dipilih oleh masyarakat dalam skema demokrasi pancasila menggema di bumi nusantara ini.

Demokrasi yang secara umum dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, ternyata belum linear dengan pelaksanaannya dibangsa kita tercinta ini. Buktinya adalah, terdapatnya pembatasan dalam memimpin suatu daerah dengan limit maksimal 2 (dua) kali saja. Tentunya ini menghambat demokrasi, dalam artian jika masyarakat masih tetap menginginkan kepemimpinan suatu pimpinan daerah tertentu, dikarenakan kinerja kepemerintahannya yang baik, harus dikecewakan dengan batasan 2 periode tersebut. Padahal dengan tanpa pembatasan pun, jika masyarakat menilai kepemimpinan suatu kepala daerah kurang baik dan tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan maka tidak akan lagi dipercayai dan dipilih ke depannya.

Landasan pembatasan kepemimpinan tersebut memang konkrit untuk menghindari adanya kepemimpinan seterusnya, mencegah agar cengkraman kepemilikan atas jabatan politis tersebut tidak mengakar, serta memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya. Akan tetapi, perlu juga disadari bahwa dengan seiring berjalannya waktu, pembelajaran politik dan demokrasi bangsa indonesia mengarah kepada kondisi mumpuni, dalam artian telah mampu menilai dan mengevaluasi kinerja pemerintah apakah baik atau buruk. Disini, jika rakyat mengatakan baik maka kepemimpinan akan terus dilanjutkan, tetapi jika buruk masyarakat tentunya akan memilih alternatif kepemimpinan yang lain. Inilah cermin demokrasi yang sesungguhnya.

Tanpa pembatasan dalam memimpin suatu pemerintahan, akan mendorong pemimpin untuk secara bersungguh-sungguh bekerja dengan keras dan tanpa pamrih dalam mewujudkan visi dan misi yang diembannya. Ikhlas dalam bergerak dan merealisasikan programnya tanpa perlu memikirkan dan menghimpun kekuatan (baik massa maupun dana) agar terpilih lagi diperiode selanjutnya. Banyak hal negatif yang mencuat dengan adanya pembatasan 2 periode kepemimpinan tersebut, sebagai ilustrasi, seorang kepala daerah yang baru terpilih untuk periode yang pertama, yang dilakukannya adalah secara maksimal dan eksploratif menguras segenap sumberdaya daerah yang dimiliki untuk mewujudkan program yang telah dijanjikan tanpa pertimbangan di masa mendatang (meninggalkan masalah pada kepemimpinan selanjutnya), dan juga cenderung berupaya untuk segera memperkuat diri kembali dengan memanfaatkan kekuasaan dan jabatan yang dimiliki agar dapat bertarung di pemilihan ke depannya lagi. Sedangkan bagi pimpinan daerah yang telah 2 periode, boleh jadi tidak akan optimal lagi dalam bekerja membangun daerahnya karena merasa telah habis kesempatan yang dimiliki.

Banyak masyarakat yang menyayangkan hal ini, karena terdapat beberapa kepala daerah yang menurut mereka masih layak dan pantas untuk memimpin lagi pada periode-periode selanjutnya (diatas 2 periode). Kondisi ini, menjadikan mereka diliputi ketakutan dan keraguan terhadap pemimpin baru nantinya, apakah bisa melakukan upaya yang lebih baik atau minimal sama dengan dengan pimpinan sebelumnya. Disamping itu, juga menjadikan masyarakat akan gampang melakukan perbandingan-perbandingan kebijakan antara pimpinan baru dengan sebelumnya, yang berarti akan mudah terjadi interupsi serta penolakan-penolakan dari masyarakat.

Memang disadari bahwa konsepsi, tanpa pembatasan kepemimpinan ini masih sangat debatable, namun guna menghantarkan keinginan masyarakat melalui jembatan demokrasi maka konsepsi ini patut diterapkan mengingat tidak berdampak begitu besar terhadap tatanan kepemerintahan yang telah ada. Masyarakat Indonesia telah banyak belajar di ruang reformasi yang digulirkan sejak tahun 1999 dan telah mampu untuk menilai seorang pemimpin daerahnya, Inilah saatnya demokrasi yang sesungguhnya diciptakan demi pencapaian pembangunan daerah dan bangsa yang lebih maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline