Lihat ke Halaman Asli

Kampus, antara Pencetak Generasi atau Prestasi

Diperbarui: 13 Januari 2017   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapa yang tak kenal kampus? Ditelinga kaum pelajar kampus tidak asing lagi sebab kampus adalah tempat para orang terdidik, terlatih dan tentu menjadi sumber rujukan keilmuan. Setiap yang lulus sekolah dan memiliki kemampuan tentu cita-cita tertinggi mereka adalah melanjutkan studinya ke jenjang perkulihan dengan harapan dapat meraih mimpi kelak. Namun taukah bahwa kampus hari ini telah tercoreng oleh para preman kampus, dirusak dan dijadika sebagai pencetak generasi, generasi yang akan melanjutkan tameng perjuangan dalam mempertahankan tahta pepereangan.

Pertikaian antar mahasiswa bukanlah hal yang asing ditelinga diantara para penuntut ilmu diera ini, ilmu bukanlah modal utama dalam menyesaikan masalah namun kekuatan menjadi pilihan. Bersatu dalam bertahan dan menyerang, padahal mereka adalah satu rumpung, satu kampus dan dan satu nama "mahasiswa". Lalu siapa yang salah jika kampus hari ini adalah pencetak generasi bukan prestasi?.

apakah sistem? Sistem dalam kampus memang kurang berkesan dan bahkan tak berguna sama sekali, sebab kata drop out (DO) seolah tak perna ada. Sehingga penguasa kampus berbuat sewenang-wenang kepada yang masih luguh.

Disaat mahasiswa belum mengenal kampus dan masih seumur jagung, kepala tak layaknya seperi padi yang berisi, berkata dengan lembut dan beretika kepada siapa pun yang ditemui. Namun ketika lama menimbah ilmu maka kepala pun mulai lurus kedepan seolah isi kepala telah hilang bukankah ini hal yang aneh, sebab sebagai pemula tentu ilmu tak sepadam dari yang sudah lama, akan tetapi hal ini kebalik yang sudah lama malah terlihat tak berilmu. Kemanakah ilmu yang selama ini yang dikejar?.

Siang malam menjadi saksi namun amarah semakin tinggi. Bukankah orang berilmu itu ibarat seperti karang dilaut walau diterjang ombak tetap bersabar dan tak perna bergerak. Seandinya hal ini menjadi pegangan tentu pintu maaf adalah solusi dan dendam adalah ilusi, pertikaian hanyalah imajinasi dan persaudaraan adalah ambisi. Tapi sayang seribu sayang sebab kata damai hanyalah mimpi.

kata "Mahasiswa" dimata masyarakat saat ini tak ada bedanya dengan preman  yang diandalkan adalah kekuatan, fisik menjadi andalan bangga dengan pertikaian, sehari tak beradu hampa rasanya.

Kampus ibarat pencetak  generasi  bukan pencetak prestasi, generasi yang akan melanjutkan dendam yang belum terselesaikan, tersetting dari awal bahwa kekuatan adalah modal utama dalam mempertahankan diri dalam mengejar mimpi sehingga para generasi ibarat sungai yang muaranya pasti ke pantai. Mahasiswa yang baru mengenal kampus mengira bahwa inilah didikan yang sebenarnya dan pada akhirnya kekerasan adalah solusi.

kemanakah prestasi saat ini? Jangan tanya prestasi jika aturan kampus tak layaknya seperti anai, ketegasa hanya janji. Seadainya para birokrasi kampus mengeluarkan aturan yang tegas jika mahasiswa yang melanggar langsung drop out bukankah ini menjadi efek jerah bagi si pembuat makar yang tak hentinya berbuat kerusuhan dan merekrut generasi seperti mata rantai.

Miris memang ketika kampus terbaik itu dijadikan sebagai pencetak generasi untuk melanjutkan kebrorolan. Cobahlah tengog para pelajar manca negara, kampus mereka adalah tempat pencetak prestasi gemilang, masuk dalam keadaan kosong dan keluar dalam keadaan berisi.

Di Makassar, 12 januari 2017

Penulis : Rustam

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline