Artikel ini masih berhubungan dengan artikel saya sebelumnya (http://edukasi.kompasiana.com/2012/07/12/guru-matematika-galak/). Tapi kalau artikel sebelumnya mengambil latar di kelas X, artikel berikut berlatar di kelas XI, SMA yang sama. Skenario juga hampir sama. Ini juga hari pertama (12 Juli 2012) saya masuk di kelas ini.
Kembali saya memberikan pertanyaan seperti yang saya ajukan kepada siswa kelas X, yaitu: 1) Tuliskanlah apa yang kamu pikirkan tentang matematika! 2) Apa yang kamu harapkan dari seorang guru matematika?
Jawaban siswa itu saya kumpulkan. Tak sempat dibaca di sekolah semuanya. Di rumah saya lanjutkan. Antara tergugah, merasa geli dan tersindir itulah kesan pertama yang saya tangkap. Alangkah berterimakasihnya saya membaca pendapat-pandapat generasi tumpuan harapan ini. Sangat menarik perhatian. Saya mendapati ‘nasihat-nasihat’ actual dari siswa ini. Dan saya rasa sangat mengena.
Inilah Nasihat dan Harapan yang Mengena itu
Sebelumnya saya tak mengira bahwa akan banyak siswa ini menjawab pertanyaan terbuka berbelok ke nasihat. Harapannya lebih cocok disebut sebagai nasihat. Padahal saya hanya berharap apa yang menjadi keluhan dan hal apa yang diharapkan seorang siswa dari seorang guru, khususya guru matematika. Inilah beberapa harapan -- banyak diantaranya mengandung nasihat dari siswa terhadap guru -- yang menarik perhatian saya.
“Matematika itu bagi saya adalah mata pelajaran yang sulit saya mengerti dan juga saya pahami soalnya sangat banyak untuk menghitung. Harapan saya dari guru matematika itu adalah tetaplah semangat dan bergiatlah untuk mengajarkan, menerangkan matematika bagi para siswanya” Samuel.
“Seorang guru matematika harus memberi banyak soal kepada siswanya. Dan bisa membaca pikiran anak didiknya. Dan bertanya kepada siswa apa siswa tersebut sudah mengerti atau tidak, kalau belum mengerti coba lebih diperjelas. …” Happy
“Menurut saya matematika itu menarik dan menantang karena terkadang mudah dan terkadang sulit. Yang menyebabkan matematika sulit bagi saya karena kurangnya perhatian guru ke siswa. Menurut saya guru yang baik itu dapat mengerti akan kekurangan siswanya. … banyak orang mengatakan bahwa matematika itu menyebalkan dan terkadang saya juga sependapat dengan orang tersebut. Hal ini diakibatkan kurangnya sosialisasi antara guru dan siswa serta relasi timbal-balik antara siswa dan guru. Yang saya harapkan dari seorang guru matematika yaitu guru matematika tersebut harus mengupayakan hubungan sosialisasi yang kuat dengan siswa. … Di samping itu, guru matematika mempunyai motivasi yang kuat untuk memajukan para siswanya serta mempunyai sikap yang baik.” Indry
“… yang saya harapkan dari seorang guru matematika itu adalah, seorang guru harus mengerti apa yang ada di pikiran para anak didiknya. Maksudnya, jika seorang guru yang menerangkan guru yang menerangkan pembelajaran atau suatu topic, setelah itu langsung ke soal, akan tetapi anak didik belum mengerti apa sebenarnya yang diterangkan, proses apa yang telah dijalankan, ya harus mengerti dan memerhatikan anak-anaknya, dan memberikan penjelasan yang mudah (lebih) dipahami.“ Esrina.
“…yang saya harapkan guru matematika tersebut perhatian dan baik dalam memberikan penjelasan kepada siswanya, dengan hati yang tulus dan senang, dan juga memberikan mimic yang senyum dan menjelaskan topic pembelajaran yang diterangkan.” Pantur
“… yang saya harapakan dari guru matematika adalah gurunya baik dan tidak galak. Cakap dalam menghadapi siswa yang tidak mampu dan juga ramah.” Sunarti
“… berpengalaman dan sesekali suka berlelucon.” Martin
“… harapan saya terhadap seorang guru matematika: guru matematika tersebut sabar dan pintar, baik dan sopan. Guru matematika tersebut tidak terlalu galak. Guru matematika tersebut rajin beribadah.” Ganti
Harapan siswa lainnya terhadap guru matematika tidak jauh beda dengan yang di atas. Saya rasa tak perlulah saya paparkan semuanya. Hal-hal di atas juga berlaku bagi guru non-matematika. Sebelumnya, jumlah siswa kelas XI IPS ini empat puluh orang siswa.
Mereka Paham Konsep Ideal Guru
Saya mendapati bahwa siswa-siswa ini memahami sosok guru ideal. Bersemangat atau antusiasme; menyelami pikiran anak didik; mengerti akan kekurangan siswanya, perhatian; tidak ada tembok pemisah antara guru dan siswa, kedekatan; motivasi yang kuat untuk memajukan para siswanya; hati yang tulus dan senang, dan juga memberikan mimic yang senyum; cakap dalam menghadapi siswa yang tidak mampu dan juga ramah, humoris. Bahkan siswaserupa Indry di atas seolah menangkap secara intuitif gagasan Paulo Freire pendidikan yang membebaskan. Bahwasannya antara guru dan siswa tidak boleh ada dikotomi. Siswa jangan dianggap objek semata semacam wadah yang pasif yang butuh hanya diisi.
Saya juga mendapati betapa siswa-siswa ini tidak suka dan takut dengan guru yang galak atau terlalu cepat marah. Membenci guru yang mau mempermalukan siswa karena salah.
Sekali lagi saya tersadar. Guru tidak hanya berperan menyemaikan benih-benih kebaikan kepada siswa, tetapi juga mengutip buah-buah hikmat-arif dari siswa. Para pendidik, mari kita dengarkan anak didik kita.
RES; 12/07/12
(seharusnya diposting di hari yang sama bersama artikel: http://edukasi.kompasiana.com/2012/07/12/guru-matematika-galak/ tapi terkendala dalam mengakses internet)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H