Lihat ke Halaman Asli

Meruwat Lagu Nasional yang Tak (Lagi) Seksi

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sekolah tempat saya mengajar melakukan Masa Orientasi Siswa (MOS) selama tiga hari -- tanggal 9 sampai dengan 11 Juli 2012. MOS ini diisi dengan berbagai kegiatan, di antaranya: acara perkenalan tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan lokasi sekolah; acara keakraban melalui nyanyi bersama; pembinaan karakter; pengenalan wawasan Wiyata Mandala; pengenalan tata tertib sekolah dan tata krama serta kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler siswa; latihan baris-berbaris; dan pembelajaran tentang metode belajar efektif, membelajarkan bagaimana siswa belajar. Kegiatan MOS tidak diisi dengan perpeloncoan.

Menyanyikan Lagu Wajib Nasional

Kegiatan MOS tahun ini tidak jauh beda dengan kegiatan MOS tahun lalu. Tapi ada suatu kegiatan yang menarik perhatian. Dan ini jugalah yang membuat kegiatan MOS tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Yaitu: kegiatan bernyanyi lagu wajib nasional. Kegiatan ini diagendakan sebanyak dua kali selama pelaksanaan MOS. Kemarin dan hari ini. Kalau kemarin berkisar satu jam lebih. Alokasi waktu yang direncanakan bertambah dari alokasi waktu yang direncanakan.

Kegiatan bernyanyi lagu wajib nasional ini dilakukan secara bersama mulai dari kelas VII sampai dengan kelas IX. Lebih dari 90% siswa memberikan reaksi yang positif. Hampir semua siswa antusias untuk bernyanyi. Mereka bernyanyi riang gembira dengan dipandu oleh tiga orang guru.

Kegiatan ini sengaja diprogram karena sering sekali siswa ditemukan bernyanyi dengan salah. Baik ketika upacara penaikan bendara setiap hari Senin, maupun ketika upacara hari-hari perayaan atau peringatan nasional. Untuk lagu kebangsaan saja, “Indonesia Raya”, tak jarang ditemukan kesalahan walaupun sudah rutin dinyanyikan setiap hari Senin. Barangkali karena siswa kebanyakan mendengar lagu berwarna Melayu yang sedang populer-populernya belakangan ini, disamping pop Korea tentunya. Siswa sering tergelincir untuk bernyanyi dengan menambahkan cengkok pada bagian-bagian lagu kebangsaan “Indonesia Raya”.

Meruwat Lagu

Kegiatan MOS dengan bernyanyi lagu wajib menjadi salah satu momentum yang baik dalam ‘meruwat’ lagu kebangsaan nasional. Agenda MOS ini diharapkan awal yang baik untuk bisa bernyanyi lagu wajib nasional dengan baik dan benar. Untuk ‘membetulkan’ cara menyanyikan lagu kebangsaan kita ini tidak mudah. Kemarin, untuk lagu ini saja perlu dinyanyikan berulang kali. Begitulah kalau sudah terbiasa melakukan suatu hal dengan salah. Memperbaiki selalu lebih sulit ketimbang membangun.

Ketika siswa dirasa sudah bisa bernyanyi dengan baik, guru yang memandu kegiatan ini melanjutkan ‘perbaikan’ lagu wajib nasional seperti: “Mengheningkan Cipta”, “Mars Pelajar”, “Garuda Pancasila”, dan “Hymne Guru”. Tampak banyak siswa bernyanyi diluar solmisasi yang baku lagu-lagu tersebut. Padahal lagu-lagu tersebut merupakan lagu yang populer. Apalagi untuk lagu “Mengheningkan Cipta”, sama rutinnya dengan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Setiap upacara, lagu bersuasana khikmat ini akan selalu dilantunkan dengan penuh penghayatan.

Kesalahan tidak hanya terjadi pada bernyanyi dengan nada seenaknya saja. Tetapi juga dalam lirik. Khususnya pada siswa baru. Seperti kemarin ketika melakukan latihan petugas upacara kenaikan bendera, semua siswanya bernyanyi “… kau jaya pelita…”. Padahal yang benar adalah “… kau cah’ya pelita…”.

Kesalahan lain yang sering saya dengar ketika menyanyikan “Garuda Pancasila” adalah bagian “… patriot proklamasi …”. Entah mengapa ada saja siswa yang mengatakan “… patirok rokklamsi …”.

Adalah lagu “Hymne Guru” yang sering mengalami kesalahan ‘umum’. Selama saya sekolah sampai sekarang, selalu saja ditemukan kesalahan yang relatif sama pada suatu bagian lagu. Kesalahan bukan pada persepsi lirik, tetapi pada representasi nada. “… dalam sanubari-ku, …”.

Perlulah saya rasa, khususnya guru Seni Budaya, untuk mengecek kembali nada dan kata lagu nasional ini. Komponis lagu wajib nasional tentunya tidak akan puas jika lagu gubahannya tidak dinyanyikan dengan baik. Apalagi kalau lagunya dinyanyikan dengan suka-suka.

Tidak Mendapat Tempat

Tampaknya lagu-lagu nasional kurang mendapat tempat di hati siswa. Dan rasa-rasanya bukan hanya siswa saja, bahkan juga guru dan para pejabat atau staf pemerintahan saya kira. Arus musik pop begitu kuat menarik minat kita. Minat terhadap lagu wajib nasional sendiri seolah hanyut dan terhilang. Entah karena alunan nadanya kurang keren, sehingga sekedar untuk mengkoleksi lagu nasional pun tidak kepikiran. Tapi susunan lagu-lagu nasional sekalipun digubah tidak pada zaman modern tidak kalah bagus dibanding lagu pop saya rasa. Atau mungkin karena kurang disuasanakan di ruang public.

Kecintaan terhadap Lagu-lagu wajib nasional (masih) perlu diruwat. Perlu disuasanakan di ruang publik. Memberikan tempat yang lebih luas bagi lagu-lagu nasional. Saya masih ingat ketika group band Coklat mempopulerkan sederatan lagu nasional dalam suatu album. Tidakkah ada band atau penyanyi yang mengikuti hal serupa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline