Tak seberapa lama satriya dari Astina itulah yang kemudian memulai menyerang.
Tombaknya berputar-putar mencari kesempatan untuk mematuk lawannya. Demikian cepatnya, seolah-olah Burisrawa memegang puluhan tombak.
Beberapa kali Setyaki dibuat terkejut terutama jika tombak itu kebetulan meluncur menyerang dari arah yang belum dapat ia duga.
Bahkan kadang-kadang senjata Burisrawa itu tiba-tiba saja sudah mendekati kulitnya tanpa dapat diperhitungkan arahnya.
Sehingga semakin sengit mereka bertempur, tombak itu menjadi semakin membingungkan.
Seolah-olah telah berubah menjadi senjata yang tidak terhitung jumlahnya.
Namun bukan sang Bima Kunthing namanya kalau mudah menyerah pada kesulitan.
Orang muda yang menjadi senopati sekaligus adik ipar Raja Dwarawati ini telah ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan, termasuk keprigelan olah senjata Gada dan Cemeti yang dilambari dengan kekuatan penuh.
Melalui pengamatannya yang tajam Setyaki segera memahami kehebatan permainan senjata lawannya.
Rupanya gerakan tangan kanan dan kiri yang saling melempar dan menerima dengan kecepatan yang sangat tinggi adalah merupakan rahasianya.
Pantas sejak tadi tombak ini hanya berputar-putar tanpa menyerang secara sungguh-sungguh.