Malam itu suasana di sekitar pertapaan Argobelah semakin larut. Sejak senja tiba tadi sang Begawan Bagaspati memasuki sanggar pamujan.
Di sudut yang telah terbiasa ia tempati itu pandita yang berwujudkan raseksa itu duduk bersila.
Kedua tangannya bersedekap, matanya telah terpejam dan sudah sejak tadi pula raga sang begawan bagaikan tanpa penghuni, kosong.
Sukmanya seolah menggembara mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
Di saat itulah tiba-tiba hal yang tidak terduga sama sekali terjadi.
Perjalanan sukma Bagaspati terhenti oleh seorang buta bajang yang berdiri didepan dengan tangan terentang.
Wujud fisik dari aji candrabirawa yang konon merupakan jelmaan dari selongsong kulit hyang Anantaboga itu menangis sejadi-jadinya.
Sedulur seribu itu tak mau lepas dari raga orang yang dikaguminya, yaitu sang Bagaspati.
Mewakili dulur sewu, buta bajang yang mukanya mengerikan ini tak mau ditinggalkan pemiliknya.
Selama ini mereka telah merasa damai dan berlindung di tubuh orang yang suka bertirakat ini.
"Aku emoh bapak... tidak mau kau tinggal pergi.. aku ikut bapak !"