Lihat ke Halaman Asli

Cara Menyikapi Musibah

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Musibah bisa terjadi kepada siapa saja. Bila ada yang tertimpa bencana, orang disekitarnya cenderung mengatakan “sabar ya..”. Lalu orang yang ditimpa musibah tersebut ada yang mengatakan “kamu gak ngerti apa yang saya rasakan”.

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan “Innaalilahi wa innaa ilaihi Roji’un”. (Qs 2 : 155-156) Kalimat ini adalah suatu pernyataan kembali kepada Allah. Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNyalah kamu kembali. Maknanya adalah bahwa kita harus bersabar dan menyadari bahwa sebenarnya kita “tidak punya apa-apa,” tidak saja harta benda, bahkan diri kita sendiri adalah milik Allah, jadi apabila apa yang kita anggap milik kita diambil kembali oleh Allah yang Maha Memilki, sudah seharusnya kita ikhlas dan sabar menerimanya.

Siapapun tidak ingin mengalami musibah, tapi semuanya sudah ditetapkan oleh Allah SWT kapan dan bagaimana terjadinya. Manusia berencana, namun Tuhan juga yang menentukan. Ungkapan ini sepertinya sudah lazim kita dengar dan mungkin juga sudah ada sejak zaman dahulu kala. Jika kita cermati, ungkapan ini sebetulnya mengandung satu pesan tersembunyi: hidup ini penuh dengan risiko. Apa saja? Banyak sekali sahabat. Dari risiko paling kecil, seperti terpeleset di kamar mandi, sampai risiko kehilangan harta benda, anggota tubuh, bahkan nyawa.


Ada banyak tujuan di depan sana yang masih ingin kita capai. Karena itu, dalam mencapai tujuan-tujuan tadi, seyogianya kita juga mempersiapkan diri menghadapi sejumlah risiko yang mungkin saja terjadi.


Salah satu antisipasi risiko yang bisa kita lakukan adalah dengan mengambil sejumlah asuransi. Walau seberapa besarnyapun nilai yang diambil tidak akan bisa menggantikan keberadaan kita, akan tetapi setidaknya asuransi dapat sebagai bagian dari ikhtiar untuk mengantisipasi. Berikut berbagai risiko yang mungkin terjadi:


Kematian

Risiko kematian bisa terjadi kapan saja tanpa terduga. Bila yang meninggal adalah sebatang kara, tentu tak begitu masalah. Namun kalau yang meninggal itu masih punya tanggungan anak-anak atau anggota keluarga lain. Bagaimana jadinya nasib mereka? Dari mana mereka bisa makan dan membayar uang sekolah? Padahal ada perintah Allah SWT Untuk Mempersiapkan Hari Depan.( QS. An-Nisa/ 04 : 09 ):


وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا


"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar."


Ayat ini menggambarkan kepada kita tentang pentingnya planning atau perencanaan yang matang dalam mempersiapkan hari depan. Nabi Yusuf as, dicontohkan dalam Al-Qur’an membuat sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan (QS. Yusuf/ 12 : 43 – 49)


Bila kita saat ini mempunyai banyak orang yang kita tanggung, tentunya pengambilan asuransi jiwa patut dipertimbangkan. Bila ada asuransi jiwa, maka orang yang kita tinggalkan akan mendapatkan sejumlah uang pertanggungan yang bisa dia pakai untuk membiayai hidupnya. Jadi, ada pihak ketiga yang akan “menjaga” orang yang kita tinggalkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline