Lihat ke Halaman Asli

Mengejar Mimpi

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Impian hari ini adalah kenyataan di hari esok. Impian / cita-cita adalah keinginan dan harapan di masa mendatang untuk meraih sebuah posisi/ kondisi tertentu. Ketika masih kecih dahulu, dengan semangat kita akan menjawab saat ditanya “Cita-citanya apa?” Jawaban kita beragam, ada yang ingin jadi presiden, dokter, guru, pilot, pramugari dan seterusnya. Begitu pula saat aku masih kecil ditanya cita- citanya apa, dengan semangat aku menjawab “Mau jadi orang besar”.


Bukan karena aku kurus semasa kecil hingga aku bermimpi menjadi orang besar, justru tubuhku sangat gemuk sewaktu kecil. Itu karena aku belum pandai mendeskripsikan mau jadi apa, karena seluruh profesi cita- cita yang lazim dijadikan jawaban anak-anak ya semuanya jadi orang besar. Jadi orang besar mewakili seluruh kebaikan yang diimpikan.


Seiring berjalannya waktu, sewaktu SMP aku ingin jadi guru, karena Ibu Obet (guru Bahasa Indonesia) begitu antusias mengajarkan kami ilmu dengan kesungguhan yang luar biasa. Beliau disiplin, bijaksana, pintar dan ramah.


Jenjang perkuliahan hingga semester 3, aku ingin jadi dosen. Cita-citaku berubah tatkala berfikir bahwa dosen berpeluang memberikan pengaruh besar bagi dakwah, karena posisinya sebagai ADP kampus (Aktivis Dakwah Permanen). Ladang garapnya adalah mahasiswa, dan mahasiswa merupakan ujung tombak maju mundurnya sebuah bangsa, mereka yang akan mengisi post- post penting dalam struktur pemerintahan, menguasai politik, mengendalikan ekonomi dan seterusnya. Sehingga penting mentarbiyah mahasiswa yang pada akhirnya mereka akan menjadi pemimpin- pemimpin masa depan yang memberikan kemaslahatan banyak bagi umat.


Waktu terus berlalu, bertambahnya usia semakin mematangkan pemikiran mau dibawa kemana hidup yang sekali ini. Lagi-lagi impianku berubah, bukan karena telah ternodai dengan keputusasaan hingga berpaling, tapi karena ingin menyalurkan kebaikan sesuai bakat dan minat. Aku ingin jadi pengusaha, penulis dan politikus, terangkum dalam 3P. Terlalu banyak, ya bisa jadi. Aku sendiri tidak tahu bagaimana mengkombinasikannya suatu saat nanti. Namun yang jelas, aku berusaha mengarahkan ikhtiar dan do’aku pada satu fokus.


Kenapa pengusaha? agar aku mandiri secara ekonomi. Penulis agar dapat memberikan bekal ilmu dan pengalaman bagi generasi setelahku, membangun budaya literasi seperti Raden Ajeng Kartini. Politikus adalah visi utama impianku.


Awal tahun 2012 lalu aku mulai belajar menulis. Menuangkan gagasan pemuda melalui artikel-artikel sederhana. Dari sekian artikel yang termuat di media massa, tulisan yang bertajuk perempuan yang sering kali muncul. Bagiku, hal ini bukan kebetulan. Menulis artikel menuntutku untuk mengetahui kondisi real fenomena wanita zaman modern kini. Ya, aku terpanggil untuk merajut mimpi-mimpi indah itu. Menjadi orang besar sebagai aktivis perempuan.

Ya, menjadi pahlawan butuh proses. Tamat kuliah, aku mulai merintis usaha “Bakso Jodoh”, bakso bentuknya love. Daftar menunya juga unik- unik. Ada bakso keluarga, bakso anak-anak, bakso suami istri, bakso tingkat dan seterusnya. Aku berusaha optimal menjalankan usaha itu. Tabunganku yang minim aku padah- padahkan agar cukup sebagai modal awal. Usaha berjalan hingga 3 bulan dengan dua karyawan.


Tapi karena lokasi kurang stategis dan pangsa pasar masyarakat menengah ke bawah, usahaku mentok. Produksi bakso maksimal hanya 3-4 kg per hari, padahal dalam perencanaan saya minimal 5 kg untuk bebas dari pembayaran gaji karyawan dan sewa tempat. Berbagai metode aku coba untuk mendongkrak hasil penjualan, tapi gagal. Berdasarkan hasil survey saya, lazimnya pengusaha bakso yang sukses berproduksi 18-40 kg per hari.


Waktu yang terus berjalan aku coba untuk terus menulis. Sebisa mungkin aku tetap mengajar di TPA Pertamina Sumbagut. Walaupun dengan honor yang sangat minim, setidaknya hal itu menjadi amal jariyah bagiku untuk mentransfer ilmu baca Al- Qur’an bagi adik-adik yang kurang mampu. Hingga detik ini aku masih berusaha agar kumpulan artikel- artikelku dengan tajuk seputar “Perempuan, Islam dan Negara” bisa terbit. Tapi lagi- lagi masih dalam proses. Wallahu’alam kali ini lolos seleksi atau tidak. Tapi aku yakin, suatu saat nanti buku itu bisa terbit.


Sembari menulis artikel dengan sasaran media massa atau sekedar sebuah catatan, sekarang saya juga mencoba merancang buku “Feminisme Akhwat Haraki”. Sinopsis dan kerangka buku sudah fokus, tinggal butuh komitmen untuk menyelesaikannya. Alhamdulillah, tadi siang saya juga baru terima kabar panggilan kerja menjadi salah satu personil sosmed di Depok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline