Bencana alam gempa bumi beberapa waktu yang lalu menyisihkan luka mendalam bagi negeri Indonesia. Harta benda yang dibanggakan hancur berkeping-keping. Korban jiwa tercatat telah mencapai lebih dari 200 orang. Sebagian besar dari para korban merupakan anak-anak. Hal ini menimbulkan kesedihan mendalam bagi kita semua. Terbayang wajah mungil dari para korban yang berusaha menyelamatkan diri dari bencana. Namun apa daya, gempa berkekuatan 5.6 magnitudo terlalu kuat untuk dihadapi tubuh mungil mereka.
Peristiwa gempa Cianjur menyadarkan penulis sebagai salah satu guru sekolah dasar betapa pentingnya membekali para murid pengetahuan mengenai bencana alam. SD Negeri Maroko tempat penulis mengajar, terletak di daerah Bandung Barat menjadi salah satu daerah yang rawan akan gempa. D
ilansir dari jpnn "Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM menyatakan mayoritas wilayah Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, masuk ke dalam kategori kawasan rawan bencana gempa bumi menengah, yang ditunjukkan dengan warna kuning melalui hasil pemetaan."
Sesar Lembang yang terletak di Bandung Barat berpotensi menimbulkan gempa bumi kapan saja. Sebagai warga yang tinggal di daerah rawan bencana, tentunya harus selalu waspada. Membekali diri dengan materi mitigasi bencana merupakan hal yang wajib dilakukan. Pengetahuan ini akan membantu jika sewaktu-waktu dibutuhkan, setidaknya mampu mengurangi kerugian moril dan materil dari bencana alam.
Pengetahuan mengenai bencana alam telah disampaikan dengan menggunakan berbagai media seperti gambar, video maupun teks pendek. Beberapa murid terlihat bosan ketika menyaksikan video dari layar infocus, bahkan kehilangan kesabarannya saat mendengarkan ceramah dari guru.
Sesekali mencuri - curi kesempatan saat guru lengah dengan keluar dari bangkunya atau mulai menggoda teman di sebelahnya. Metode penyampaian yang telah dilakukan masih belum memberikan dampak. Materi pun belum diserap sepenuhnya oleh murid kelas 2 Sekolah Dasar yang mayoritas memiliki gaya belajar kinestetik. Hal ini dibuktikan dengan tanya jawab mengenai hal hal yang harus dilakukan saat terjadi bencana alam. Hanya beberapa murid yang mampu menjawab dengan baik, selebihnya menjawab tidak tahu, bingung. Salah seorang murid bahkan hanya mengatakan "kalau terjadi bencana aku takut tapi ga tahu harus bagaimana, mungkin nangis aja".
Penulis mencoba menyusun pembelajaran yang bisa diterima oleh murid dengan segala kondisi. Membuka kembali dokumentasi asesmen diagnostik yang telah dilakukan. Mencari inspirasi dari berbagai sumber dengan harapan bisa memberikan pembelajaran bermakna sehingga bisa diterapkan dalam keseharian.
Metode belajar sambil bermain dirasa menjadi pilihan terbaik. Tanpa menggunakan media dan biaya. Langkah awal yang dilakukan adalah memberikan informasi mengenai kegiatan yang akan dilakukan, tujuan, serta langkah-langkah pembelajaran. Penulis memulai kegiatan dengan mengatakan bahwa ada informasi penting yang harus didengarkan oleh murid. Perhatian mulai tertuju pada penyampaian instruksi karena murid merasa penasaran pada kegiatan yang akan dilakukan. Instruksi mengenai kegiatan disimak dengan baik.
Murid kemudian saling berhadapan dengan teman untuk menyanyikan lagu sambil menari dengan lirik seperti ini "Apa kabar, kita jumpa lagi. Senyum kanan senyum kiri kedipkan matamu ting ting, tepuk ke kanan, tepuk ke kiri, berkeliling-berkeliling" Di Akhir lagu penulis akan menyebutkan salah satu bencana alam seperti banjir, longsor, gempa bumi, angin puting beliung dan sebagainya.
Jika kata yang didengar adalah gempa bumi, maka murid akan keluar dari rumah menuju tanah lapang atau menjauhi bangunan. Jika kata yang didengar adalah banjir, maka murid akan naik ke atas kursi sebagai pengganti tempat yang tinggi.
Murid diberi kesempatan untuk minum disela-sela permainan karena kegiatan merupakan aktifitas fisik yang membuat para murid berkeringat. Begitu seterusnya sambil sesekali guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan pemantik mengenai hal-hal yang harus dilakukan ketika terjadi bencana.