Lihat ke Halaman Asli

Presiden Bukan Aktor

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PRESIDENBUKAN AKTOR

“Dunia ini, panggung sandiwara ceritanya mudah berubah kisah Mahaberata atau tragedi dari Yunani. Setiap kita dapat satu peranan yang harus kita mainkan., Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura. Mengapa kita bersandiwara. Mengapa kita bersandiwara…”

Kalimat di atas adalah sepotong syair dari lagu “panggung sandiwara” yang dipopulerkan Ahmad Albar. Jika kita masukan dalam konteks bernegara dan masyarakat, maka seluruh aktivitas dalam negara ini adalah tontonan panggung sandiwara yang berjudul Indonesia Raya.

Menjelang pemilihan presiden, tokoh utama dalam sandiwara tersebut adalah sang kandidat presiden yang akan memerankan tokoh presiden terpilih. Tokoh protagonist yang mewakili kebaikan dan hal-hal benar untuk kepentingan rakyat dan negara. Presiden menjadi point of central dalam scene –scene lakon sandiwara selama 5 tahun masa kepemimpinannya.

Rakyat bisa tersenyum bahagia, memberikan aplausdan memuji lakon sang presiden yang dipertontonkan dari ucapan, dialog, tingkah laku, kebiasaan, dan karakternya. Rakyat juga bisa kesal dan sedih jika akting yang dipertontonkan tidak sesuai dengan ekspektasinya. Terlebih lagi jika akting itu out of frame dari sinopsis program kerja yang dibuat pada saat kampanye. Denganjanji-janji politik dan perbaikan ekonomi yang masih terekam jelas dalam ingatan rakyat.

Point-point program kerja dalam skenario dalam bentuk scene yang harus dilakonkan. Pemberantasan korupsi, partisipasi politik, penegakan hukum, memerangi kemiskinan, perbaikan pendidikan dan kesehatan. Dan, hanya ini pokok permasalahan bangsa ini, seperti lingkaran setan tak berujung. Dari lakon presiden pertama tahun 1945 sampai presiden saat ini.

Rakyat akan kecewa bila hasil casting presiden tidak sesuai harapannya. Hal ini dapat disebabkan. (1) Saat kampanye tim pemenangan membuat skenario kerja tanpa pikir panjang untuk pelaksanaannya, sehingga niat baik itu terkesan hanya janji-janji saja. (2) Timpemenangan membelokan skenario menjadi kepentingan sendiri dan kelompoknya dibungkus atas nama kepentingan rakyat. (3) Kualitas sang peran presiden tidak menunjukkan kapasitasnya dalam memerankan tokoh presiden yang diharapkan rakyat yaitu, presiden yang kuat, berani, tanggap dan tegas.

Pada akhirnya, persepsi rakyat pun dapat menilai tokohpresiden terpilih selama 5 tahun hanya seorang aktor yang berperan memainkan karakter yang bukan dirinya, melainkan karakter orang lain. Artinya, sang presiden memainkan tokoh presiden hanya sebagai peran saja, bukan peran sesungguhnya dari dirinya yang diutus Tuhan turun ke bumi untuk memimpin lebih 200 juta rakyat Indonesia. Padahal, untuk mendapat tokoh presiden tidak mudah. Melalui perjuangan panjang biaya mahal dari saku rakyat, dan kerja keras yang tak kenal lelah sebagai wujud keinginan rakyatmenyaksikan sandiwara Indonesia Raya “happy ending”.

Babak awal cerita telah disajikan, tontonan yang ditampilkan membuat sebagian rakyat menggerutu dengan lakon yang rumit, membosankan dan melelahkan. Karena rakyat mencintai tokoh presiden, rakyat akan memberikan saran melalui lembaga politik atau media massa, semoga didengar dan ada reaksi. Tapi bukan reaksi berupa retorika. Kalaupun hanya retorika, tidak apa-apa, karena lakon belum selesai, baru permulaan. Ceritanya masih panjang.

Idealnya, tokoh presiden adalah performer yang memerankan dan menampilkan dirinya sendiri. Performer yang tampil denganucapan, dialog, tindakan, tingkah laku, dan karakter adalah dirinya. Bukan akting yang menghibur rakyat dan manipulasi dirinya sendiri. Performer yang lahir dan di utus Tuhan untuk memainkan peran sebagai presiden. Paham otoritas kepemimpinan, karakter dan cita-cita bangsanya. Sehingga sang sutradara tidak perlu berteriakan keras “Cut!!! Kokakting sampeyan tidak sesuai dengan karakter dirimu. Mana ekspresinya!!!” OK Bray.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline