Oleh : Drs. RUSMAN, M.Pd
Dalam pelajaran matematika di sekolah dasar, salah satu bahan pelajaran yang diangap sulit oleh para siswa adalah pembagian bilangan dengan cara bersusun. Oleh karena itu dalam kaitan dengan materi ini para guru harus melakukan kreativitas sehingga apa yang dia jelaskan tentang cara pembagian dengan cara bersusun dapat ditangkap dengan mudah oleh para siswa.
Berikut ini merupakan salah satu contoh proses pembelajaran tentang pembagian bersusun dalam pelajaran matematika:
Melakukan Pembagian Tanpa Sisa dengan Cara Susun
Membagi suatu bilangan puluhan, ratusan, ribuan sampai dengan 5 angka dengan bilangan satuan, puluhan, ratusan tanpa sisa. Bekerjalah berkelompok atau pasangan untuk menentukan hasil bagi pembagian di bawah ini : Selanjutnya dari contoh-contoh soal di atas dapat diberikan contoh pembagian bersusun sebagai berikut: [caption id="attachment_119247" align="alignnone" width="344" caption="perhatkan langkah-langkahnya"]
[/caption]
Analisa :
Sebenarnya bagi seorang guru untuk dapat memberikan penjelasan secara professional, ada lima kompetensi dasar yang harus dimiliki. Dengan lima kompetensi itu setiap guru dapat mengembangkan diri sebagai guru profesional.
Lima kompetensi dasar yang dimaksud antara lain:
(1) Penguasaan terhadap kurikulum,
(2) Penguasaan terhadap materi pelajaran,
(3) Penguasaan terhadap metode,
(4) alat / media pembelajaran dan
(5) penguasaan teknik mengajar secara baik.
Kurikulum biSa diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.Guru juga dituntut untuk menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan. Lebih-lebih bagi guru SD yang sebagian besar adalah sebagai guru kelas, yang harus menguasai berbagai materi pelajaran.
Dengan demikian penguasaan materi pelajaran mutlak harus dimiliki oleh setiap guru. Guru dituntut untuk mampu menguasai penerapan metode yang paling tepat sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. Terutama dalam mata pelajaran Matematika, kiranya guru harus berpikir lebih bersungguh-sungguh, mengingat Matematika umumnya dianggap sulit oleh anak-anak.
Dan salah satu bentuk atau upaya guna mendidik para siswa agar memiliki rasa tanggung jawab dan berdisiplin tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya adalah peran guru di sekolah. Semua pihak baik guru (sekolah), orang tua maupun masyarakat harus bekerja sama membentuk penanganan yang menyeluruh.
Hal ini didasarkan pemikiran bahwa para guru hanya memiliki waktu sedikitdalam sehari untuk membibing siswa di sekolah. Selebihnya anak berada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Diakui atau tidak, memang peranan orang tua amatlah penting. Bahkan apabila kita melihat dari segi kesempatan untuk membimbing, peranan orang tua lebih dominan dalam hal mengawasi anak-anaknya saat berada di dekat mereka. Namun tetap saja sinergis antara orang tua dan sekolah sangat diperlukan.
Pendidikan merupakan proses kepemimpinan dari pihak yang lebih dewasa (orang dewasa) terhadap para siswa (anak). Dalam konteks ini guru bertindak sebagai orang dewasa yang harus memberi contoh semangat belajar siswa, agar tidak mengalami ketertinggalan prestasinya. Terutama dalam pelajaran matematika yang dikenal sebagai pelejaran sulit bagi siswa. Namun keaktifan kedua pihak, yaitu guru dan siswa, di dalam kelas amatlah penting.
Sebenarnya jika kita melakukan pengkajian yang lebih mendalam, bahwa belajar itu merupakan suatu proses dan aktivitas yang berpola. Dalam rangka itulah maka diperlukan seorang guru yang benar-benar menguasai kharakter para siswa baik ditinjau dari segi kemampuan pikir, bakat, serta berbagai potensi yang ada dalam diri mereka.
Ketepatan guru dalam mengidentifikasi kharakteristik para siswa itu akan menentukan pola pembelajaran yang harus diambil. Agar penerapan pembelajaran di kelas dapat efektif ada beberapa ketrampilan yang harus dimiliki oleh setiap guru. Belajar juga merupakan aktivitas psikhis dan fisik yang terpadu dalam merespon stimulus yang berasal dari luar.
Dengan demikian tidaklah salah jika sementara pihak mengatakan bahwa hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku, artinya adalah bahwa di dalam suatu proses belajar baru dikatakan ada hasilnya jika ada si belajar mampu menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari.
Sejauh mana stimulus dapat ditangkap dengan baik oleh si belajar hal itu tergantung dari potensi yang dimilikinya serta seberapa besar hambatan yang menghadang. Pola pembelajaran juga berkaitan dengan bahan pelajaran yang akan dipelajari. Dalam setiap mata pelajaran terkandung bahan pelajaran yang tentunya dapat mempengaruhi terciptanya pola-pola pembelajaran.
Tetapi di antara sekian banyak ketrampilan itu yang paling dibutuhkan anak sebenarnya adalah ketrampilan memberdayakan aktivitas siswa. Salah satunya adalah bagaimana guru mampu mendorong terjadinya diskusi dan Tanya jawab yang aktif di antara siswanya di kelas.
Oleh karena permasalahan ini merupakan tugas guru yang paling sering dibutuhkan di kelas, yaitu sebagai tugas sehari-hari sehingga penulis merasakan hal ini segera memerlukan pembahasan. Dengan pembahasan mengenai tuntutan profesionalitas ini maka berbagai kendala diharapkan dapat diatasi tanpa banyak menemui kesulitan. Sering dikemukakan bahwa di antara tuntutan ketrampilan yang sering dikeluhkan oleh para guru adalah ketrampilan memimpin diskusi di kelas.
Sebenarnya inti dari kesulitan itu bukan terletak pada bagaimana cara memimpin diskusi tersebut, melainkan bagaimana menumbuhkan suasana agar para peserta dapat dengan lapang mengemukakan pendapat dan menanggapi pendapat peserta lain. Bagaimana memberikan dorongan motivasi untuk terjadinya lalu lintas pembicaraan yang hidup dan menggairahkan. Jika ketrampilan semacam ini dipandang penting dan urgen maka harus dicarikan jalan agar para guru benar-benar dapat menguasai ketrampilan tersebut.
Sayangnya tidak semua guru mampu menerapkan ketrampilan tersebut. Bahkan banyak di antara mereka yang enggan menerapkan pola pembelajaran tersebut, mereka lebih banyak yang hanya menyukai metode ceramah yang seringkali justru membuat siswa jenuh dan mengantuk.
Kondisi semacam ini seolah-olah menjadi tradisi yang tidak henti-hentinya dalam dunia pembelajaran kita selama ini. Suatu proses diskusi sebenarnya dapat berlangsung baik dalam tatap muka secara formal maupun informal, artinya dalam diskusi tersebut orang bisa berkomunikasi atau adu argumentasi secara tidak langsung meskipun hal ini jarang sekali dilakukan.
Pada umumnya dalam diskusi para anggota kelompok akan melakukan komunikasi secara langsung dengan anggota lainnya. Tujuan diskusi diputuskan secara bersama-sama, dan proses diskusi berlangsung secara sistematis. Dan bagi para siswa ada banyak keuntungan dengan dilakukannya diskusi kelompok ini.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana memberdayakan peran para guru agar mau dan mampu menerapkan ketrampian penerapan diskusi yang baik itu. Meskipun pada dasarnya ketrampilan semacam dimiliki oleh setiap guru namun ternyata untuk memunculkan kembali ketrampilan itu para guru kebanyakan membutuhkan waktu dan pelatihan-pelatihan untuk mengingatkan kembali.
Dengan demikian dibutuhkan waktu tertentu untuk dapat menumbuhkan kembali ketrampilan semacam ini pada diri para guru. Namun waktu yang dimaksud tidak akan ada gunanya jika tidak diimbangi dengan upaya mengembangkan diri secara maksimal.
Hal ini harus benar-benar disadarai oleh para guru sendiri, apabila memang akan melangkah pada jenjang yang lebih professional. Tentu saja dukungan dari semua pihak, terutama orang tua siswa dan masyarakat benar-benar sangat diharapkan. Tanpa itu mustahil pendidikan dapat berhasil dengan baik. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H