Depresi adalah salah satu masalah kesehatan mental yang paling umum di dunia saat ini. Dengan meningkatnya perhatian terhadap kesehatan mental, para ilmuwan terus mencari solusi baru, termasuk kemungkinan peran vitamin D dalam mengurangi gejala depresi.
Vitamin D, yang sering disebut sebagai "vitamin matahari," tidak hanya penting untuk kesehatan tulang tetapi juga berpotensi berperan dalam menjaga kesehatan mental.
Vitamin D diyakini berperan dalam metabolisme serotonin, neurotransmiter yang memiliki peran utama dalam pengaturan suasana hati. Vitamin D memengaruhi reseptor serotonin di otak dan juga terlibat dalam proses neuroproteks. Mekanisme ini berpotensi memengaruhi patofisiologi depresi, meskipun jalur pastinya masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Turner, 2022; Moore, n.d.).
Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar vitamin D yang rendah dengan meningkatnya risiko gejala depresi. Kekurangan vitamin D sering dikaitkan dengan gangguan suasana hati, seperti depresi dan kecemasan (Ceolin dkk, 2021).
Dikutip dari www.webmd.com, individu dengan kadar vitamin D yang rendah dilaporkan lebih rentan mengalami gangguan suasana hati dibandingkan mereka yang memiliki kadar vitamin D yang cukup. Hal ini membuka kemungkinan bahwa menjaga kadar vitamin D yang optimal dapat membantu melindungi seseorang dari risiko depresi.
Temuan lain yang menarik adalah efek suplementasi vitamin D dalam mengurangi gejala depresi. Sebuah tinjauan sistematis dan meta-analisis dari uji coba terkontrol secara acak mengungkapkan bahwa suplementasi dengan dosis 2.000 IU atau lebih per hari dapat memberikan efek positif, terutama pada individu yang memiliki kadar vitamin D di bawah 50 nmol/L (Lennon, 2022; McGovern, 2023) .
Namun, penting untuk dicatat bahwa hasil ini tidak berlaku untuk semua orang. Beberapa individu mungkin merasakan manfaat yang nyata, sementara yang lain tidak mengalami perubahan yang berarti.
Beberapa studi juga melaporkan hasil yang bertentangan mengenai efektivitas suplementasi vitamin D dalam meningkatkan kesehatan mental. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun beberapa individu dapat merasakan manfaat, yang lain mungkin tidak mengalami perubahan signifikan (Akpnar & Karada, 2022; McGovern, 2023).
Variasi temuan dalam beberapa penelitian, seperti perbedaan dosis, durasi pengobatan, dan karakteristik tubuh dan kondisikesehatan seseorang, menjadi salah satu alasan mengapa hasil penelitian ini masih beragam.
Jika kamu merasa gejala depresi atau mencurigai kekurangan vitamin D, langkah pertama yang dapat diambil adalah berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi. Misalnya melalui tes darah sederhana, sehingga kadar vitamin D dalam tubuh dapat diukur. Jika diperlukan, suplementasi dapat menjadi salah satu bagian dari strategi pengobatan, tetapi tetap harus didampingi oleh profesional medis.