Hidup ini aneh bagiku. Ya, aneh sekali. Sebagai seorang manusia aku adalah mahluk yang dilahirkan. Lahir dari rahim seorang wanita , yang aku sebut sebagai ibu. Secara teori genetik, aku juga memiliki seorang lelaki yang pantas aku sebut sebagai ayah.
Ayah dan Ibu menjadi dua orang tuaku. Keduanya tercatat dalam satu ikatan resmi pernikahan. Dilakukan atas dasar cinta, dicatat didepan hukum agama dan hukum negara. Disaksikan para saksi yang tak boleh berbohong. Lalu dirayakan dalam pesta pernikahan. Itu yang aku tahu.
Aku dilahirkan setahun setelah janji pernikahan. Lahir dalam sebuah keluarga yang terhormat. Kedua orang tuaku , pribadi yang hebat. Teladan bagiku sebagai seorang anak. Keduanya, adalah contoh kehidupanku yang abadi. Sekolah abadi itu ada didalam rumahku. Gurunya, kedua orangtuaku.
Namun, badai itu datang. Menggoyang pondasi rumah bahagia yang dibangun kedua orang tuaku. Aku masih kanak kanak ketika itu. Tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang aku tahu, bermain bersama ayah dan ibu adalah kebahagianku.
Rumah yang damai itu seketika berubah menjadi medan perang yang tak jelas dimana titik sengketanya. Ayah dan Ibu tak akur lagi. Keduanya sering berteriak memekakan telingaku. Saling tuduh, saling merendahkan, saling benci. Aku hanya meratap , sedih. Dimana rumah surga itu berada? Yang katanya ada didalam rumah. Yang aku lihat, rumahku seperti neraka gelap yang membuatkan tersiksa.
Aku kanak kanak ketika itu. Tak tahu apa yang terjadi. Ayah dan Ibu tak lagi bisa berdamai. Keduanya tak lagi bisa mempertahankan janji suci yang dulu mereka banggakan. Ayah dan Ibu memutuskan perpisahan. Mengambil jalannya masing masing.
Aku ada dipersimpangan jalan. Ayah dan Ibu punya jalan yang aku tak suka. Kemana aku harus memilih ? Ayah atau Ibu ?.
Genetika yang Absurd
Perpisahan itu perih. Aku pastikan itu terjadi padaku. Aku meringis dalam diam. Sebagai anak kecil yang harus ditinggal pergi salah satu orang yang dicintai. Aku sungguh merana. Diam sendiri mencoba bertahan dengan sisa kebahagian sebagai anak kecil yang suka bermain.
Kesedihanku bertambah, ketika aku dinyatakan bukan anak sah. Ibu dan ayah tak sepakat aku anak dari buah cinta mereka. Lalu aku ini anak siapa ? Aku ini lahir dari sperma siapa ? aku ini lahir dari hubungan apa ? aku marah. Tapi apa yang bisa kuperbuat ?
Hukum yang jadi sandaranku. Aku lahir dari sepasang mahluk Tuhan. Tercatat dalam bukti pernikahan yang sah. Tercatat dalam surat kelahiran yang sah. Hukum berbicara seperti itu.