Lihat ke Halaman Asli

Rushans Novaly

TERVERIFIKASI

Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Salah Urus Transportasi, Kerugian yang Didapat Tak Terhitung

Diperbarui: 28 Januari 2016   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber : MTI"][/caption]Sebagai orang awam akan masalah transportasi membuat saya sangat tertarik dengan masalah besar ini. Sebuah undangan dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pada hari Kamis,(21/1) di Hotel Le Meridien saya sambangi.

Walau harus menempuh jasa transportasi KRL yang ‘bejubel’ bak ikan sarden dalam kaleng saya lakukan. Jam kritis ketika para pekerja Jakarta akan mudik ke rumahnya masing-masing di kota-kota penyangga. Ada sekitar 1,3 juta orang yang melakukan perpindahan ‘penduduk’ setiap pagi dan sore.

Benar saja saya harus berjuang untuk sekedar dapat berdiri di dalam gerbong kereta yang sudah overload. Dimulut pintu orang berjubel berusaha masuk agar bisa ikut perjalanan kereta. Hal ini biasa terjadi. Tak aneh dan tak terlalu menarik untuk ditulis dan diberitakan.Tapi tetap saja drama ini menarik perhatian saya.

Lepas dari himpitan penumpang dari stasiun Tanah abang hingga stasiun Sudirman saya segera bergerak menuju moda transportasi lainnya. Bus sedang yang biasa disebut metromini atau kopaja. Keadaanya ternyata tak jauh berbeda. Walau dramanya tak ‘seganas’ di KRL. Tak ada rasa nyaman. Tak ada jaminan keamanan. Pengguna transportasi hanya menjadi korban saja.

Beban angkut dan daya angkut timpang. Jadi selalu seperti itu ketika jam kritis berlangsung. Pengguna jasa transportasi memang tak punya banyak pilihan. Walau ada terobosan penggunaan aplikasi teknologi berjaringan internet. Lahirlah Gojek, Grab bike, Grab Taxi, Uber dan sejenisnya.

Hasilnya cukup membantu walau tidak komprehensif. Ibarat sakit demam paling tidak bisa menghilangkan panas tubuh yang tinggi. Apalagi yang paling menonjol adalah moda roda dua. Menyelesaikan masalah transportasi secara keseluruhan memang tidak tapi moda roda dua bisa mengurangi sedikit efek kebuntuan transportasi perkotaan.

Bagaimanapun moda transportasi roda dua adalah anomali. Kehadirannya menjadi efek impotennya moda publik mainstream. Apalagi tingkat kemacetan lalu lintas yang parah membuat moda roda dua bisa diandalkan. Tapi bisa dibayangkan bila ratusan ribu orang memakai jasa moda roda dua dalam waktu yang hampir bersamaan maka akan menimbulkan stagnasi di jalanan .

Peran Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dalam dua dasawarsa

Tanggal 21 Januari adalah hari penting bagi MTI yang telah berkiprah selama dua puluh tahun. Dalam peringatan hari jadinya, MTI bersiap melakukan pemilihan kepengurusan baru pada tahun 2016 ini. Dalam kata sambutanya ketua MTI Prof Dr Ir Danang Parikesit memberikan gambaran kedepan apa yang akan dilakukan organisasi profesi independen ini.

Dalam dua periode kepemimpinannya Danang Parikesit telah melakukan beberapa upaya sinergitas dan pendampingan kepada masyarakat yang terkena dampak akibat pembangunan transportasi. Ada yang berhasil ada pula yang tidak berhasil. Saat ini MTI juga mengadakan sertifikasi profesi transportasi bagi SDM yang menjadi pelaksana transportasi di Indonesia.

MTI juga berkiprah sebagai mitra kerjasama baik oleh kementerian perhubungan, DPR , Wantipres hingga Presiden . Masukan dan pertimbangan MTI dalam ikut urun rembug pengambilan keputusan pemerintah dibidang transportasi punya sisi strategis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline