Nikah Dini Keren ? Keren apanya ? Itu yang terlintas dibenakku ketika buku mungil yang dibawa salah satu putraku sepulang liburan semesteran. Maklum kepulangan dua anakku yang bersekolah di sebuah pondok pesantrean di daerah lebak membuat suasana menjadi berbeda. Buku ini secara iseng aku baca , selembar dua lembar kok menarik juga ya...
Gaya tulisannya yang teens banget sangat asyik dibaca. Ringan dan mudah dicerna...( yaelah makanan kalee). Buku ini akhirnya terpaksa karena memang aku memaksa meminjamnya beberapa hari dari anakku yang ternyata belum tamat membaca. Aku yag gila baca tak perlu menunggu lama menamatkannya . Cukup setengah hari . Kelar sudah.
Walau buku ini sangat ringan dan sangat tipis tapi inti permasalahnnya luar biasa rumit, penuh perjuangan, haru biru dengan bumbu cinta kasih yang luar biasa. Apalagi ini kisah nyata dari si penulis buku. Kisah hidup yang sebenarnya jauh dari kesan canda tawa seperti yang coba ditulis oleh si penulis ( Ga...bingungkan ? ). Lha pernikahan yang benar benar penuh perjuangan, kisah ini diawali 'kenekatan' sepasang mahasiswa semester satu yang berani mengambil sebuah keputusan untuk menikah diusia teramat muda. Keduanya menikah diumur 19 tahun. Ketika keduanya masih semester satu.
Keputusan menikah diusia dini dengan status masih mahasiswa , belum punya pekerjaan tetap, masih dibiayai ortu dan seabrek masalah lainnya. Belum lagi ayah si penulis buku sangat menentang pernikahan ini . Keduanya menikah dengan cara sangat sederhana. Hanya di dampingi ibu, kedua mertua , beberapa teman kuliah . Tak ada perhelatan mewah semuanya sangat sederhana. Dan Pastinya...tak ada acara live dari TV swasta macam artis menikah zaman sekarang.
Permasalahan after married pun muncul menghadang. Keduanya dihantam permasalahan yang membuat buku ini meng-haru biru. Walau tetap saja ditulis denga gaya santai dan sederhana. Tak pelak membuat pembaca bisa menangis . Bulan madu yang biasa dirayakan dengan kemesraan dan kebahagian mereka lalui dengan penolakan sang ayah penulis, kesulitan keuangan , belum lagi sangkaan negatif orang sekeliling yang menuduh pernikahan dini ini dilatar belakangi 'kecelakaan' alias marrried by accident. Bulan madu yang penuh tangisan dan kesedihan.
Pada bagian termos kecil ( catatan harian sang istri) ini mengisahkan sang istri dengan uang hasil tabungannya berniat mengumpulkan peralatan rumah tangga sendiri. Pada suatu siang sang istri membeli sebuah termos kecil dengan tujuan agar sang suami bisa menyeduh kopi ketika begadang semalaman untuk belajar. Tapi sayang termos kecil yang didapat dengan susah payah menabung itu akhirnya pecah oleh sang suami ketika sedang praktek lapangan . Begitu sedihnya sang suami hingga ia menangis tersedu sedu membayangkan sang istri yang telah mati matian menabung dengan tidak makan siang di kampusnya. Bukan karena sebuah termos kecil namun perjuangan keduanya untuk mandiri dalam pernikahan yang membuat bagian ini menarik. Sangat inspiratif.
Hebatnya...keduanya mampu mengatasi masalah yang menghadang. Komitmen cinta keduanya bagai batu karang ditengah samudra. Cinta kasih keduanya begitu murni . Keberkahan pernikahan itu mampu menyelamatkan. Bahtera pernikahan ini berlayar menghadapi ombak besar dan badai yang mengguncang dan selamat . Patut diacungi jempol komitmen untuk menyelesaikan kuliah dan berusaha untuk segera hidup mandiri membuat isi buku ini spesial . Sang istri lulus kuliah dengan nilai cukup baik sedang sang penulis sedang merampungkan skripsinya dan sudah nyambi kerja denagn penghasilan yang cukup untuk membiayai penikahan mereka.
Sebuah Telaah Pernikahan Dini
Bila selama ini ada momok yang kurang sedap dari pelaku pernikahan dini , maka kisah nyata ini membuka cakrawala yang lain. Pandangan negatif terhadap pernikahan dini memang tak seluruhnya salah. Tapi tak berarti pernikahan dini adalah sesuatu yang buruk dan harus dijauhi dan juga dilarang. Pernikahan dini juga bukan untuk dipromosikan besar besaran. Pernikahan adalah pilihan hidup. Pernikahan adalah sebuah komitmen yang harus diperjuangkan. Apakah anda akan menikah ketika berumur 20 tahun, 25 tahun atau 35 tahun itu pilihan hidup . Tapi yang pasti pernikahan membutuhkan keberanian, kematangan berpikir dan keyakinan kuat. Bila tak punya hal itu sampai usia 50 tahun pun anda tak berani untuk melangkah.
Tentang Buku