Kemarin (jum'at, 23/1/15), semua mata di negeri ini tertuju pada drama mengagetkan tentang upaya polri untuk 'menegakkan' hukum dengan tiga alat bukti yang meyakiknkan untuk menangkap dan meningkatkan status tersangka bagi BW. Walau dini hari akhirnya penangkapan ditangguhkan. Niat Polri melalui Kabareskrim Irjen Budi waseso (BW juga ...) tetap akan dilanjutkan . Dan memang seharusnya begitu, sekali menangkap orang harus diselesaikan hingga tuntas. Mudah mudahan ini tidak terhenti seperti versi cicak-buaya jilid 1. Kita berharap Polri menyelesaikan tahapan penangkapan ini hingga BW diadili dan dijebloskan ke dalam penjara ( Seperti harapan para petinggi Polri yang terlibat dalam penangkapan ini...)
Polisi adalah bagian dari alat hukum untuk menegakan rangkaian fakta hukum. Jadi sebagai penegak hukum, penangkapan BW adalah bagian dari tugasnya. Nah, peristiwa hukum 2010 ketika pilkada kotawaringin barat yang telah lalu itu ...fakta hukum itu muncul. Seorang calon bupati yang gagal punya bukti hukum untuk memidanakan BW. Polisi seperti mendapat durian runtuh...sebagai penegak hukum harus bertindak segera. Secepat mungkin. Haffff...platak...pletakkk....BW digiring ke Mabes Polri.
Indonesia bergemuruh. Media sibuk. Akademisi kaget. Praktisi Hukum sibuk menyimpulkan. Presiden ambil sikap netral berpesan jangan gesek gesekan ya...kan negarawan ga boleh intervensi hukum. Sedang masyarakat yang dikira bodoh dan mudah dikibuli coba diceramahi tentang bukti hukum, fakta hukum dan penegakan hukum.
Malah masyarakat diajari proses penangkapan versi polri yang sudah sesuai proses penangkapan. Dan kekuasaan penyidik dan penyelidik sangat besar , jadi cara dan bagaimana penangkapan adalah hal yang hanya dikerjakan si penyidik tersebut . Tak perlu mempertimbangkan rasa kepatutan .Kan dimuka hukum semua orang sama...tak perduli pangkat dan jabatannya. Dan tak perlu orang itu adalah salah seorang ketua lembaga hukum di negeri ini. Tak ...plester kowe kalo banyak omong.
Sebagai warga negara yang cuma suka nonton TV dan baca baca dimedia online. Tentu ini asumsi saja. Tak lebih. Cuma saya sekarang jadi lebih mengerti sifat sebagian pejabat tinggi negeri ini ketika sedang dalam posisi tidak wajar. Kelakukannya jadi juga tidak wajar. Alih alih bertindak dewasa penuh etika dan norma kepantasan. Sebagian pejabat yang sedang tidak wajar itu bertingkah macam orang kesurupan...bukannya berbakti pada negeri ini malah berbakti pada nafsu ngaco yang sedang bersemayam di jiwanya. Tabrak sana...tabrak sini. Eh, tuh lihat bangsa ini jadi tidak karuan. Padahal masalah bangsa ini sudah begitu banyak...rakyat yang kesulitan dan rakyat yang dizholimi saja tak tersentuh ...eh kita malah sibuk saling serang antar pejabat.Yang pentingkan punya tiga bukti permulaan yang cukup. Jadi wis...tangkap saja.
Jadi posisi bisa 1:1 , bila tendangan pinalti Polri yang sudah tinggal berhadapan dengan kiper ini bisa dilaksanakan dan goal. rakyat mah tak perlu diperhatikan....mereka cuma penonton...gratisan lagi...jadi seeanaknya saja ambil tindakan....rakyat gampang dibohongin kok...
Drama ini sudah berulang. Jadi kurang enak nontonnya. Besok mbok ya ...dramanya lebih seru lagi. Suporter tak puas. Kembalikan uang kami.
catatan :
Kita menunggu akhir drama ini. Beranikah petinggi dan pejabat negeri ini bersifat dewasa. Mengakui tindakannya salah dan meminta maaf kepada rakyat Indonesia dan segera bertobat. .....semoga saja... saya sedang mimpi....
salam@Novaly_Rushan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H