Lihat ke Halaman Asli

Masyarakat Desa, Kota, dan Air Bersih

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Musim penghujan sudah mulai menampakan dirinya untuk kita. Musim yang patut kita semua syukuri kehadirannya dimana sumber-sumber air mulai bermunculan untuk melanjutkan kehidupan semua organisme di dunia ini. Akan tetapi, tentu masih teringat dan terasa di dalam benak kita bagaimana kita melewati masa-masa kemarau kemarin. Dimana keberadaan air bersih menjadi sangat sulit untuk ditemukan. Dimana truk-truk tanki air menjadi sibuk dan dinanti kedatangannya oleh warga yang daerahnya terlanda kekeringan air.

Mayoritas sumber air selain dari sungai, biasanya terdapat di daerah yang masih terjaga keasrian lingkungan disekitarnya. Daerah tersebut bisa saja di daerah pegunungan, hutan, maupun pedesaan di pinggiran kota. Kemudian dari sumber-sumber air tersebut dikelola sedemikian rupa untuk kemudian disalurkan menuju warga di daerah sekitarnya maupun daerah perkotaan sehingga warga kota yang rumahnya jauh dari sumber air pun dapat dengan mudah menikmati air bersih dengan sekali putaran kran. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah, apabila yang terjadi adalah demikian, maka bukankah akan menjadi sebuah ironi jika warga kota dimana kebutuhan airnya sangat besar tidak melakukan sebuah tindakan menghemat air?

Ironi akan terjadi karena yang terjadi adalah demikian (koreksi saya kalau saya salah). Di bawah tanah terdapat saluran atau sungai-sungai bawah tanah yang terintegrasi, baik karena sistemnya maupun karena daya permeabilitas dari tanah tersebut. Ketika sebuah sumber air diambil, maka volume sumber air tersebut akan berkurang. Volume sumber air tersebut akan habis jika sumber tersebut tidak terintegrasi dengan sungai bawah tanah yang lain, atau tidak akan habis dengan mengambil air dari sumber air lain melalui sungai bawah tanah tersebut. Ketika musim kemarau dimana suhu menjadi sangat tinggi dan pasokan air dari hujan tidak ada, yang terjadi adalah habisnya volume sumber air atau paling tidak berkurangnya volume sumber air. Dalam keadaan demikian, warga desa (dimana paling dekat dengan sumber air) akan menjadi sangat menderita karena seperti kita tahu kondisi akses jalan mayoritas desa di Indonesia masih kurang memadai sehingga untuk mencari air bersih di sumber air lain membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak. Sering kita lihat di berita dimana setiap hari seorang warga harus berjalan pulang pergi menempuh puluhan kilometer berjalan kaki demi satu jerigen air bersih. Belum lagi jika di sekitar desa tersebu tidak terdapat sumber air lagi, maka mereka harus menunggu datangnya bantuan dropping air bersih dari pemerintah dan harus antri pula untuk mendapatkannya. Itu baru kebutuhan air bersih untuk kegiatan domestik saja. Sektor pertanian yang notabennya merupakan mayoritas lapangan pekerjaan masyarakat desa tentu juga mengalami dampak yang serupa. Persawahan mereka akan banyak mengalami gagal panen yang tentu berakibat terganggunya perekonomian mereka.

Oleh sebab itu, kita sebagai warga kota dimana kita diberi kemampuan lebih dari segi finansial maupun fasilitas dalam memperoleh air bersih harus dapat dengan bijak dalam penggunaan air. Masih banyak diantara kita yang sering menggunakan air secara sporadis. Menggunakan air secara berlebihan, untuk kegiatan yang tidak perlu, maupun membuang-buang air secara sia-sia. Kita harus ingat, tanpa adanya usaha dari warga desa untuk menjaga kelestarian sumber air dengan segala kearifan lokalnya kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Usaha merekapun akan menjadi sia-sia pula. Cuaca dewasa ini semakin tidak terprediksi. Kita tidak dapat mengetahui secara pasti lagi kapan musim kemarau terjadi dan berapa lama itu berlangsung.

Bijaklah dalam menggunakan air bersih. Jangan biarkan air terbuang sia-sia untuk kebutuhan yang sia-sia pula. Lebih galakkan lagi upaya-upaya konservatif untuk menjaga kelestarian sumber-sumber air di bumi ini. Renungkan kembali perjuangan masyarakat pedesaan yang harus berjalan puluhan kilometer untuk mendapatkan air bersih daripada “perjuangan” kita yang hanya memutar kran air. Itu semua semata bukan untuk kepetingan masyarakat pedesaan saja, tapi untuk kepentingan kita semuanya dan anak cucu kita kelak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline