Lihat ke Halaman Asli

Legalitas Pemilu 2014

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 23 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Akan tetapi yang sangat mencengankan undang-undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat itu oleh MK dinyatakan masih dapat dipakai dalam pelaksanaan Pemilu 2014. Hal ini berawal dari adanya Judicial review UU Pilpres oleh Efendi Gazali dan Koalisi Masyarakat Sipil yang meminta MK membatalkan beberapa Pasal dalam UU tersebut, meski harus menunggu waktu hampir 1 tahun sejak pemohon mendaftarkan permohonan uji materil di MK tetapi setidaknya Putusan MK No 14/PUU-XI/2013 tentang pemilu serentak memberikan pencerahan bahwa pelaksanaan pemilu selama ini bertentangan dengan konstitusi.

Ada beberapa implikasi hukum yang di timbulkan akibat putusan MK No.14/PUU-XI/2013 ini, yang pertama pemerintah kedepan harus merumuskan regulasi pelaksanaan pemilu serentak sesuai dengan amar putusan MK. Termasuk didalamnya adalah pelaksanaan pemilukada Gubernur, Bupati dan Walikota, apakah harus dilaksanakan secara serentak pula, jika alasan konstitusional yang pakai bahwa pemilukada adalah bagian dari rezim pemilu artinya pemilukada juga serentak dilaksanakan bersamaan dengan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif, akan tetapi jika ini yang di sepakati maka konsekuensinya akan ada Gubernur, Bupati, dan Walikota yang masa jabatanya akan lebih dari 5 Tahun dan ada pula yang masa jabatanya tidak sampai 5 Tahun, Ini tentunya sangat di pengaruhi bagaimana political will para pembuat undang-undang dalam merumuskan regulasi mengenai pelaksanaan pemilu serentak. Jangan sampai undang-undang yang dilahirkan nanti malah tidak memberikan kepastian hukum dan melanggar hak konstitusional warga negara, sehingga mengakibatkan banyaknya pemohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Implikasi hukum yang kedua yaitu Putusan MK No.14/PUU-XI/2013 ini menimbulkan ketidakpastian hukum apakah Pemilu 2014 nanti mempunyai legitimasi hukum yang kuat, pasalnya dalam amar putusan MK pemilu serentak baru akan di laksanakan pada tahun 2019, padahal MK telah menyatakan beberapa pasal dalam UU pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Itu artinya MK membiarkan pelaksanaan Pemilu 2014 dilaksanakan dengan cara yang bertentangan dengan UUD 1945 padahal kita ketahui bahwa MK adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menafsirkan konstitusi dan mengawal demokrasi. Kondisi ini bisa memberikan peluang hasil pemilu 2014 rawan di gugat dan berpotensi menimbulkan konflik yang mengancam NKRI. Selain itu para Anggota DPR,DPD,DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih dalam pemilu 2014 dapat mengalami krisis legitimasi dari rakyat karena di pilih dan diangkat dari pelaksanaan Pemilu yang inkonstitusional.

Banyaknya masalah yang bermunculan menjelang pemilu 2014 nanti membuat banyak kalangan pesimis terhadap pelaksanaan pemilu, kini muncul kekhawatiran, apakah KPU nanti bisa melaksanakan Pemilu 2014 dengan jujur,adil, dan bermartabat? Kekhawatiran tersebut dianggap sebagian pengamat sangat wajar mengingat betapa sulitnya mewujudkan demokrasi yang ideal di bangsa ini melihat kondisi bangsa yang begitu plural, dalam pemilukada saja memunculkan berbagai macam masalah, kerusuhan, pembakaran ,dan bahkan saling membunuh banyak kita jumpai dalam polemik pemilukada di berbagai daerah akhir-akhir ini, persoalannya juga hampir sama, KPU dan Bawaslu daerah dianggap tidak netral atau tidak tegas dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu yang independen .

Menurut penulis ada hal yang paling mendasar dan sangat penting yang perlu kita renungi bersama, ketika nantinya pelaksanaan pemilu 2014 gagal, ini akan menimbulkan kerusuhan diberbagai daerahsehingga negara dalam keadaan darurat, sementara Jabatan Presiden dan Wakil Presiden berakhir, maka terjadi kekosongan jabatan presiden dan wakil presiden, kejadian ini sama sekali belum di atur dalam konstitusi, yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 8 ayat 2 yaitu tentang kekosongan wakil presiden, begitupun dengan pasal 8 ayat 3 UUD 1945 hanya mengatur kekosongan jabatan jika presiden dan wakil presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan, maka yang dapat melaksanakan tugas kepresidenan adalah Menteri Luar negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama, namun ketika Presiden dan Wakil Presidenmengalami kekosongan jabatan karena masa jabatannya berakhirotomatismasa kerja Kementerian-Kementerianjuga di anggap telah berkahir karena yang mengangkatnya adalah Presiden yang jabatannya juga telah berakhir.Ini sama sekali belum diatur dalam konstitusi.Jangan sampai kekosongan hukum tersebut mengakibatkan pemerintahan di ambil alih oleh militer dalam hal ini TNI POLRI, sama seperti kejadian di Mesir saat ini. Kondisi tersebut bisa saja nantinya mengancam NKRI akibat kerusuhan yang terus terjadidi daerah-daerah. Sehingga menurut penulisdalam hal ini Presiden SBY bisa sajamengeluarkan Dekrit, untuk memperpanjang masa jabatannya sampai dapat di laksanakannya Pemilu Ulang dan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden yangbaru. Hal ini sama yang dilakukan Presiden Soekarno pada tahun 1959 yang mengeluarkan Dekrit 5Juli 1959yang kembail memberlakukan UUD 1945.

Tentunya kita berharap kejadian yang tersebut diatas tidaklah terjadi, sehingga ini dapat memicu semangat para pihak untuk mewujudkan proses Pemilu 2014 yang jujur, adil, bebas, dan rahasia, sertadapat menciptakan pemilu yang demokratis dan bermartabat demi tercapainya keadilan hukum dan kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline