Lihat ke Halaman Asli

Peluru kembali Bersarang Ditubuh Rakyat

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan protes rakyat adalah cerminan dari konflik-konflik sosial yang sedang terjadi dalam masyarakat. Konflik-konflik itu terjadi karena memang, masyarakat sedang mengalami perubahan sosial dan perubahan tersebut, tidak didukung oleh kemajuan relasi atau hubungan produksi dalam masyarakat itu sendiri.

Negara berkembang seperti indonesia, dorongan kearah perubahan sosial sering kali mengalami hambatan atau tantangan dari golongan lain yang menghendaki di pertahankannya nilai-nilai lama. Maka, melahirkan disorganisasi soaial. Salah satu bentuk yang ditimbulkan adalah gerakan protes masal dari golongan rakyat yang merasa dan atau memang hak mereka dirampas oleh kelas penguasa. bentuk-bentuk gerakan protes bisa bermacam-macam, tergantung pada situasi obyektif yang menjadi basis lahirnya gerakan protes.

Pihak penguasa yang didukung oleh perangkat alat kekerasan negara (polisi, senjata dan penjara), bertindak sesuai kehendak mereka. hal ini, menyebabkan tidak adanya kepastian hukum bagi warga negara. Potensi kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan oleh perangkat kekerasan negara menjadi semakin besar. Menjadikan setiap aksi protes warga selalu berakhir jatuhnya korban (terkena tembakan, pemukulan dengan menggunakan popor senapan sampai pada pengeroyokan) pada rakyat.

Contoh paling terkini dari gerakan semena-mena kekuasaan dan apparatus keamanannya adalah peristiwa yang sedang dialami warga dikawasan Desa Picuan dan Picuan 1, Motoling, Minahasa selatan. Kemarin, sekitar jam 22.30 Wita, tanggal 4 Juni 2012, apparatus kekerasan negara yang diduga sedang dalam keadaan mabuk melakukan penyerangan pada warga, mengakibatkan jatuhnya korban (Frenki Aringking, terkena peluru karet bagian kepala dan Fredi ledo dipukuli dengan popor senapan yang mengakibatkan keduanya harus dilarikan kerumah sakit, serta John Aringking yang sedang berada dalam rumahnya turut menjadi sasaran kekerasan aparatus kekerasan negara.

Tidak cukup sampai disitu, hanya selang beberapa jam kemudian (5 Juni 2012) tadi malam, peluru kembali bersarang ditubuh rakyat, Roy Sumangkut tertembak dibagian punggung dan 1 tembakan lagi di bagian kakinya dan Deni Lumapow tertembak dibagian perut.

Tentu saja, sikap apparatus kekerasan itu, tidak akan meredakan perlawanan rakyat. Justru yang terjadi adalah “ structural Strain” dikalangan warga yaitu keadaan dimana meningkat kekhawatiran dikalangan anggota rakyat akan kehilangan hak. Rakyat kawasan desa picuan misalnya, protes yang dilakukan adalah sebagai bentuk perjuangan mempertahankan hak-hak mereka dari kesewenang-wenangan pemerintah yang menggadaikan kekayaan pertambang rakyat kepada capital asing.

Yang berkembang sekarang adalah kepercayaan kolektif warga pada keyakinan bahwa situasi dapat dirubah, sehubungan dengan timbulmya ketakutan-ketakutan akibat adanya ancaman-ancaman terhadap hak-hak masyarakat, dan masyarakat sedang dalam situasi “mobilization for action” siap bergerak dan melakukan perlawanan kapan saja.

Bung Karno pernah mengatakan, jika seseorang ingin hidup harus makan, jika ingin makan harus kerja sehingga yang dimakan adalah hasil kerja. Lalu bagaimana rakyat bisa hidup, ketika sumber penghidupan mereka digadaikan oleh pemerintah untuk kepentingan investasi Modal asing (Imperialisme), lalu bagaimana rakyat bisa bekerja, ketika lapangan pekerjaan mereka di gadaikan untuk kepentingan Imperialisme oleh pemerintah.

Negara seharusnya menciptakan lapangan pekerjaan bukannya menghancurkan lapangan pekerjaan rakyat, negara seharusnya memberikan sumber hidup layak pada rakyatnya bukannya menggunakan apparatus kekerasan negara menganiaya rakyat yang mempertahankan hak mereka.

Rakyat sendirilah yang akan terus melawan ketidak adilan dan penindasan oleh negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline