Lihat ke Halaman Asli

Roesda Leikawa

TERVERIFIKASI

Citizen Journalism, Editor, Penikmat Musik Instrumen dan Pecinta Pantai

Begini Caranya Saya Bercinta dengan Kopi

Diperbarui: 21 Juni 2016   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: menshealth.com

Suasana hening begini akan terasa kurang lengkap jika tidak ditemanin kopi, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 WIT, entahlah mata ini belum bisa untuk dipejamkan, maka solusinya adalah mengambil laptop tua untuk mengetik hasil kompromi hati dan pikiran di atas tombol keyboard. Dan seperti biasa saya buatkan sendiri secangkir kopi susu.

Sebenarnya saya bukan penikmat kopi sejati yang harus setiap hari meminumnya, hanya sesekali saya merindukan pahit manisnya di saat waktu tertentu. Tapi kalau bicara tentang kopi saya langsung teringat pada almarhum bapak, beliau adalah salah satu dari sekian banyak lelaki pecinta dan penikmat kopi hitam.

Pada bapaklah saya belajar mengenal kopi, mulai dari cara memetik buahnya, mengupas kulit, proses pengeringan, sampai menggiling untuk mendapatkan serbuk halus, selanjutnya menjadi secangkir kopi.

Sekitar tahun 1990-an bapak saya menanam beberapa pohon kopi di kebun, hasilnya untuk konsumsi keluarga saja. Saat itu saya masih dibangku Sekolah Dasar. Setiap liburan kami pasti diajak ke kebun untuk memanen beberapa hasil perkebunan, salah satunya adalah memanen biji kopi.

Masih teringat jelas aroma biji kopi itu, tak bisa saya gambarkan dengan kata-kata, yang saya tahu aromanya bikin tenang, betah dan yang pastinya ngangenin. Rasanya memang pahit tapi aromanya selalu alami, bahkan tanpa pemanis pun, wanginya tetap menarik jiwa ke dalam secangkir gelas.

Pada usia 12 tahun itulah, pertama kali saya diminta bapak untuk buatkan secangkir kopi, dengan semangatnya saya menuruti permintaannya, ya wajarlah di usia seperti itu adalah masa di mana anak-anak perempuan penasaran melakukan pekerjaan orang tua di dapur, maka saya pun buatkan kopi pada bapak, dengan penuh hati-hati saya bawakan secangkir kopi hitam yang masih panas, sambil melangkah hidung ini pun tak mau ketinggalan menikmati aroma kopi panas.

Sumber: melsdiner.ca

Apa Yang Terjadi..?
Setelah kopi itu saya berikan pada bapak, beliau pun langsung meminum sedikit dan tertawa sambil berkata, “ini kurang gula, masih pahit,” saya kaget dan bingung mendengar komentarnya, lalu saya pun bertanya, “Memangnya harus pakai gula?”, sambil kebingungan menanyakan itu pada bapak (maklumlah itu adalah pengalaman pertama saya membuat kopi tanpa mencampurnya dengan sedikit gula). Bapak pun menjelaskan, “Iya kopi itu harus pakai gula”.

Akhirnya saya langsung kembali ke dapur dengan membawa kopi tersebut untuk tambahkan sedikit gula pasir, dan seperti biasa saya berjalan sambil menimakti aromanya. Sesampai di meja, dekat tempat duduk bapak, saya letakkan kopi itu secara perlahan. Kemudian bapak pun mencicipi hasilnya, dan beliau berkata, “Ini telalu manis,” sambil tersenyum dia letakkan kembali gelasnya diatas meja itu. Ach komentar ini bikin saya kesal, sebab saya belum mengerti bagaimana caranya membuat kopi enak.

Tanpa berpikir panjang, saya langsung membawa kembali kopinya ke dapur, kemudian membuang sisa kopi tadi dan membuat yang baru. Kali ini saya tidak menambahkan gulanya. Hanya dua sendok kopi hitam lalu dituangkan air hangat. Saya pun membawanya ke bapak, namun sebelum dicicipi, saya bilang ke bapak untuk menunggu sebentar, karena saya akan kembali ke dapur untuk mengambil gula pasir. Pada saat itu saya memintanya untuk menambahkan sendiri gula pasir. Beliau pun mengiyakannya dan menambahkan sesuai dengan seleranya, saya ikut menghitung takaran sendok yang ditambahkan pada kopi itu. Nah mulai dari situlah akhirnya saya mengerti, ternyata selera bapak ada pada dua sendok kopi dan dua setengah sendok gula pasir.

Saat itu saya masih kecil, jadi tidak diperbolehkan untuk meminum kopi, hingga masuk kuliah pun saya belum juga tertarik untuk menikmati rasanya. Yang saya tahu adalah bagaimana cara membuat kopi dari proses memetik buah sampai menjadi secangkir kopi secara manual saja.

Sekitar tahun 2013, barulah saya mulai mencoba untuk meminum kopi, itupun tidak keseringan. Hanya sesekali saja. Belakangan di akhir tahun 2014 hingga saat ini saya mulai masukin kopi dalam daftar minuman favorit saya. Mau bagadang ngopi, mau nulis ngopi, mau nonton film bareng teman di rumah ya wajib ngopi, kalau ngantuk pas jam kerja harus ngopi dulu, ngumpul sama teman-teman ya cari rumah kopi. Seperti itulah saya dengan kopi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline