Lihat ke Halaman Asli

Roesda Leikawa

TERVERIFIKASI

Citizen Journalism, Editor, Penikmat Musik Instrumen dan Pecinta Pantai

Mengenang Bapak yang Telah Tiada

Diperbarui: 17 Februari 2016   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku rindu lelaki itu
Lelaki yang mencintaiku
Menjelang senja Dia selalu terlihat menawan
Dengan sarung, baju koko dan peci putih

Aku rindu lelaki itu
Lelaki yang menyanyangiku
Disetiap subuh Dia yang duluan bangun
Bersiap ke kebung untuk pertahankan hidup keluarganya

Aku rindu..
Rindu sekali..
Lelaki tua itu..
Bernama Bapak.. 

Pada saat saya buat tulisan ini, mataku tak sanggup menahan cairan yang sejak tadi berkaca, hati ini begitu berat menanggung beban kerinduan yang entah pada siapa harus saya curahkan, kecuali pada Tuhan hanya Doa yang bisa dipanjatkan.

Saya juga bingun memulai  dengan kalimat apa, biarlah mengalir apa adanya, sebab dalam tulisan ini saya hanya ingin mengenang dan menyampaikan kerinduanku pada seorang  ayah yang telah tiada.

Dirumah kami memanggilnya Bapak, lelaki tangguh itu katanya pernah sukses di tahun 80-an, mungkin saya satu-satunya anak yang tidak menikmati kekayaan yang pernah bapak miliki pada saat itu.

Tapi saya tidak menuntutnya, karena cinta dan kasih sayang yang diberikan pada saya sudah cukup dari segalanya. Bapak itu tidak pernah pelit, buktinya saat beliau berada pada puncak kejayaan bisa membantu banyak orang. Tapi ya namanya hidup tidak mesti harus diatas kan? Setelah usahanya bangkrut, bapak kembali mengurus kebung pala, cengkih, manggis, langsat coklat, beberapa pohon kopi dll, Kebung dan tanah warisan bapak cukup luas, entah berapa ukurannya saya kurang tahu pasti, maklumlah karena saya anak perempuan paling bungsu kurang peduli dengan hal-hal begituan. Sesekali juga bapak dengan perahunya kelaut untuk menangkap ikan meski harus menerjang ombak, melewati angin dan menabrak hujan, namun semangatnya tak pernah mati.

Bapak Yang Baik Hati

Yang paling saya ingat dulu waktu SD setiap kali mau panen hasil kebung, bapak sering bilang nanti ajak teman-teman sekolah ya, senangnya saya bisa ngajak teman-teman se-kelas, bahkan sampai berada di tingkat SMA pun demikian, kalau bukan teman-teman sekolah yang diajak, Bapak itu pasti ngajak anak-anak tetangga buat panen bareng. Jadi semuanya bisa merasakan hasil panen kami.

Tahun 2003 saya masuk Perguruan Tinggi tepatnya di Universitas Pattimura Ambon, Bapak  sebenarnya pengen saya ngambil jurusan Bahasa Inggris alasanya karena beliau ingin salah satu anaknya jadi Dosen Bahasa Inggris, tapi saat itu saya sedikit keras kepala tidak mau nurut kemaun Bapak. Karena  saya pengen kuliah di Makassar biar bisa ngambil jurusan Sastra Indonesia, sejak dulu cita-cita saya pengen jadi Sastrawati, namun karena kakak-kakak  saya juga sudah tidak tinggal dirumah, ada yang telah menikah, ada juga yang sibuk kerja dan satu kakak saat itu masih mahasiswa tingkat akhir , jadinya tinggallah kami bertiga saja, sehingga saya tidak diijinkan untuk keluar kota. Maka saya pun mengambil Jurusan Kimia Fakultas MIPA, meski tidak begitu mendapat respon dari Bapak, tapi saya selalu meyakinkannya bahwa kelak nanti saya pasti bisa membuatnya bangga.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline