Ini bukan cerita inpiratif mengenai sekolah saya, ini juga bukan cerita tentang murid-murid saya yang istimewa pada program Indonesia Mengajar. ini adalah tentang genset, alat andalan kami dari gelapnya malam, sumber energi bagi handphone, laptop dan alat-alat elektronik lain yang kami miliki. Hanya 4,5 jam saja.
Dulu ketika saya tinggal di Bogor yang notabene adalah wilayah perkotaan, jika sedang mati lampu, hal yang wajib dilakukan adalah ngedumel tentang tidak beresnya institusi PLN. Padahal hanya dalam hitungan jam saja listrik padam. Mungkin bukan saya saja yang melakukan itu, kebanyakan orang yang sudah terbiasa hidup bergelimang dengan listrik akan merasa jengkel dengan tidak adanya listrik.
Saat ini, di sini, saya sudah terbiasa dengan hidup tanpa listrik di siang hari dan di dua pertiga malam terakhir pun saya rela-rela saja jika tidur dalam keadaan gelap. Hanya disambut sinar matahari pagi sebagai sinar pembuka di setiap hari-hari yang kami lewati, bukan cahaya lampu neon seperti kebanyakan orang di kota. Juga hanya dengan ocehan burung-burung yang bersiul bergantian, bukan hal yang seperti biasanya, ada suguhan siaran berita televisi dengan para anchor yang menarik untuk dilihat atau tontonan infotainment yang tidak penting yang masih selalu saja diputar di rumah-rumah sana, jauh dari tempat kami tinggal saat ini.
Hanya 4,5 jam saja, cukup. Cukup untuk membuat kami tetap hidup walau dengan listrik yang menyala dari jam enam sore dan harus mati pukul setengah sebelas malam. Saya tidak pernah mengeluh, ngedumel atau sejenisnya. Saya malah bersyukur karena masih bisa merasakan adanya listrik dibandingkan tidak ada sama sekali.
Hidup memang sebuah misteri, sama sekali tidak pernah terfikir jika pada saat tertentu saya bisa berada disini. Tempat yang mengajarkan saya banyak hal, termasuk untuk mensyukuri hidup.
*************
Semoga orang-orang yang masih selalu jengkel ketika mati lampu yang sekejap saja bisa sedikit berempati kepada kami yang berada di sini, yang sudah sangat bersyukur bisa mendapat pasokan listrik dari sebuah alat bernama genset walau hanya 4,5 jam. Atau kepada orang-orang yang masih hidup dengan lampu-lampu petromak yang hanya sedikit mengeluhkan hidupnya.
Karena saya yakin di belahan Indonesia yang lebih terpelosok dari tempat saya berada pun masih ada masyarakat yang lebih sedikit mendapatkan listrik ataupun tidak ada listrik sama sekali.
Percayalah hanya dengan berempati kita akan lebih menghargai kehidupan yang kita miliki saat ini. Karena terkadang hidup dengan kesederhanaan akan terasa lebih bahagia, tenang dan tak dibebani oleh pikiran-pikiran yang tidak semestinya ada dalam pikiran kita.
Tulisan ini tidak saya tujukan kepada PLN untuk segera memasang instalasi listriknya pada kampung di mana kami tinggal, namun untuk orang-orang yang selalu mengeluh dengan apa yang mereka saat ini. Tidak ada salahnya dan alangkah indahnya untuk urusan duniawi kita menengok kearah bawah dan tidak selalu ke atas.
*****************
Dituliskan dengan diiringi gerungan genset yang masih menyala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H