Pagi itu sekira pukul 09 'an, saya tiba di suatu dusun yang baru pertama kali saya datangi. Seperti tidak berpenghuni dan terkesan lengang meskipun tepat pada Hari Kemenangan. Tak terlihat aktivitas warga laiknya sebuah perkampungan yang biasanya ramai pada saat hari lebaran, berkumpulnya keluarga dan sanak saudara dari luar daerah atau yang pulang dari perantauan.
Jalan setapak berbatu yang menghubungkan antara rumah penduduk satu dengan rumah lainya sebagai akses utama. Menyusuri jalan ini saya seperti kembali ke masa lampau. Hening, hanya ada suara khas hewan pepohonan rindang di kanan dan kiri jalan.
Kampung ini benar-benar sepi namun asri, udara segar khas dataran tinggi begitu bebas dinikmati. Tak ada polusi industri disini ataupun asap kendaraan yang tidak sengaja selalu terhirup saat berada di perkotaan.
Pemandangan alam nan hijau semilir angin sepoi menyertai perjalanan saya
menyusuri sebuah kampung yang indah ini. Hanya terlihat beberapa ekor kucing dan suara kokokan ayam jantan yang memecah kesunyian. Entah pada dimana penghuni rumah yang rerata jaraknya puluhan meter ini.
Sebenarnya letak kampung ini tidak begitu jauh dari jalur Trans Selatan Jawa. Namun, karena kondisi geografis pegunungan menjadikan bangunan rumah warga tidak bisa berdekatan seperti di daerah yang kondisi tanahnya rata.
Kekayaan alam serta keberagaman adat istiadat dan budaya di Indonesia melahirkan tradisi unik dari berbagai daerah saat menyambut lebaran. Tidak terkecuali kampung yang berada di Daerah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat ini. Meski sepi seakan tak ada penghuni. Namun, meja di dalam rumah tersedia hidangan kue khas lebaran, ketupat opor pun selalu ada seperti daerah lain pada umumnya.
Seperti salah satu rumah yang saya singgahi ini, meski dari luar kelihatan sepi, namun ketika saya mengucap salam langsung terdengar sahutan dari dalam menjawab. Ternyata sang empunya rumah sudah siap menyambut kami.