Lihat ke Halaman Asli

Ruri Prattycia

baru memulai menulis

Yang Muda Yang Bersuara: Kekerasan Seksual di Ruang Publik

Diperbarui: 7 Desember 2021   09:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.ui.ac.id

Oleh Ruri Prattycia Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, UNJ

Kekerasan seksual bukanlah suatu permasalahan yang baru dalam kehidupan masyarakat, permasalahan ini akan secara terus -- menerus meluas. Kekerasan seksual tidak hanya terjadi oleh remaja saja, bahkan anak -- anak sampai orang dewasa pun mengalami tindakan tersebut. di Indonesia, kejadian seperti ini sering ditemukan pada daerah -- daerah yang cukup terpencil dimana kebanyakan para pelaku adalah orang terdekat bahkan sekaligus keluarga. 

Terlebih dalam era globalisasi yang sudah modern, perkembangan internet dan teknologi sudah menjangkau kepenjuru tempat, yang biasanya banyak orang -- orang tidak bertanggung jawab mengakses situs dewasa yang akhirnya melampiaskan keinginannya kepada korban baik itu anak -- anak, remaja bahkan orang dewasa. Pelecehan seksual sebagai salah satu bentuk yang sering dialami oleh para pemuda di ruang publik akan menimbulkan dampak psikis dimana pemuda sebagai korban akan merasakan trauma yang parah dan ketakutan berlebih kepada orang lain.

Perlunya rasa aman yang dirasakan oleh para pemuda di ruang publik agar terhindar dari gangguan verbal atau tindakan langsung. Perspektif struktural fungsionalisme menjadi dasar agar peran dan fungsi masyarakat dapat berjalan dengan benar dalam menghadapi tindakan kekerasan seksual.

Menurut Echols dan Shadily (1997: 517) istilah dari kekerasan seksual berasal dari bahasa Inggris yaitu sexual hardness yang berarti kekerasan, tidak menyenangkan dan tidak bebas. Sedangkan menurut Supardi dan Sudarjoen (2016) kekerasan seksual merupakan perilaku yang menimbulkan tindakan negative yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Tindakan negative ini dapat berupa kemarahan, kehilangan harga diri, malu, tersinggung, menjadi pribadi tertutup, dan hina.

Dimana hal ini juga dikemukakan oleh Poerwandari (2000) bahwasannya kekerasan seksual adalah suatu perbuatan atau tindakan yang mengarah ke desakan atau ajakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, memaksa melihat gambar atau video pornografi, gurauan mengandung unsur seksual, merendahkan, meremehkan, memaksa berhubungan seksual tanpa adanya persetujuan korban dengan kekerasan fisik maupun tidak, melukai, dll. 

Jadi dapat disimpulkan bahwa kekerasan seksual merupakan tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh para pelaku kepada korban seperti meraba, menyentuh, mencium, dan sebagainya yang dapat menimbulkan kemarahan serta merasa kehilangan harga diri akibat tindakan yang diterima.

Nyatanya di Indonesia kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak -- anak bertambah banyak. Berdasarkan data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tahun 2020 terdapat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan, yang mana kasus ini naik sekitar 6% dari tahun sebelumnya sebanyak 406.178 kasus. Kekerasan yang berada di ruang publik ataupun komunitas tercatat sekitar 3.062 kasus dengan 58% merupakan kekerasan seksual (https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan).

Berdasarkan pengamatan Komnas Perempuan selama 15 tahun (1998 -- 2013) terdapat 15 bentuk kekerasan seksual yang biasanya terjadi di Indonesia seperti pemerkosaan, intimidasi seksual, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan termasuk cerai gantung, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual,  praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, kontrol seksual termasuk melalui aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. Dari bentuk -- bentuk kekerasan seksual yang terjadi, pemerkosaan dan pencabulan merupakan bentuk kekerasan seksual yang paling banyak ditemukan. Menurut Fathurrozi (2016) terdapat :

  • 45% korban kekerasan seksual adalah anak -- anak dan 47% diantaranya adalah kasus incest dengan 90% pelakunya yaitu ayah korban
  • 85% pelaku kekerasan seksual adalah orang terdekat seperti orang tua, saudara, suami, pacar, tetangga, teman dan guru
  • 100% korban sudah dipilih atau menjadi target
  • 43% kekerasan seksual dilakukan dengan ancaman atau intimidasi dan 57% dengan tipu atau daya muslihat.

Sedangkan untuk kasus yang terjadi baru -- baru ini dimana sering terjadi kekerasan seksual di ranah perguruan tinggi, namun banyak kampus yang seolah -- oleh tutup mata akan perbuatan para dosen ataupun petinggi yang melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswinya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline