Awal tahun 2023, dunia sosial media Indonesia dihebohkan oleh berita si alay Fajar sad boy yang patah hati hingga tiga puluh kali. Belum hilang gaung si Fajar, muncul the Hero yang bernama Tiko, seorang anak yang merawat ibunya di sebuah rumah mewah tak terawat selama puluhan tahun.
Wara-wiri di berbagai podcast yang memang lagi booming, sungguh membuat banyak hal terlintas di kepala. Menganalisis tingkah kocak si fajar, antara lucu dan sedikit galau. Di usia yang sangat belia, bocah dengan kisah cinta monyet yang membuat manusia Indonesia terkaget-kaget dan justru menjadi viral. Aneh dan sedikit prihatin sebenarnya melihat karakter seperti fajar menjadi bahan berita yang bebas dikonsumsi oleh para netizen.
Jangan-jangan generasi muda seumuran Fajar akan berpikiran untuk melakukan hal yang sama demi ketenaran semata. Tanpa bermaksud menyalahkan, sebenarnya karakter seperti Fajar ini yang harusnya diperbaiki. Usia muda semestinya bukan hanya untuk bercinta tapi untuk mencari bekal masa depan sebanyak-banyaknya.
Namun, itulah Indonesia. Hal-hal viral justru kadang tak masuk akal. Dunia enterpreneur memang tak bisa dilogika secara matematis. Netizen bebas mentasbihkan idola sesuai selera.
Masalahnya, sebagai manusia yang masih memegang erat budaya dan juga nilai moral pendidikan, seharusnya memang ada sedikit ruang untuk meluruskan perilaku yang sebenarnya tak layak untuk ditiru oleh anak muda lainnya. Untunglah, di sisi lain ada Tiko si anak berbakti yang bisa menjadi contoh riil karakter positif yang layak dimiliki oleh seorang anak.
Memilih mendampingi ibunya di saaat sulit, tentu sebuah keputusan yang bukan kepalang. Terlebih, keputusan yang diambil oleh seorang anak di usia 12 tahun. Sungguh teladan yang patut dibanggakan. Apapun kontroversi yang terjadi dibalik peristiwa kelam keluarga Tiko, tapi sungguh ketabahan anak semata wayang bu Eny itu sungguh sangat layak diberi sanjungan.
Lepas dari itu, semoga para remaja Indonesia mampu meneladani hal terbaik dari setiap tokoh viral. Tak hanya sekedar bombastis gayanya, tapi juga sisi positif dari sebuah karya.
Mungkin Fajar terlalu alay, tapi sisi positifnya paling tidak dia bisa membuat konten yang mengajak orang lain tetap survive meskipun berkali-kali gagal. Terlebih dari sosok Tiko, seorang anak yang ternyata juga pintar meskipun pendidikannnya terpaksa putus di tengah jalan karena kondisi ekonomi keluarganya yang miris. Seorang anak berbudi yang sangat mengagungkan ibunya meski dalam kondisi mengenaskan selama puluhan tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H