Lihat ke Halaman Asli

Ruri Andayani

Hanya seorang penyintas kehidupan

Satu RW Terancam Terhapus dari Peta Kota Bandung

Diperbarui: 18 Februari 2021   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Satu Rukun Warga (RW) terancam terhapus dari peta Kota Bandung. Bukan akibat semburan lumpur yang meluas, melainkan oleh klaim ujug-ujug oleh satu pihak, setelah 50 tahun lebih tak terdengar suaranya.

Mungkin kisah macam ini tak terlalu langka di negeri ini ketika rakyat banyak, dikalahkan segelintir kepentingan. Kenyataan inilah yang kini harus dihadapi sekitar 180-an KK yang berdiam di RW tersebut. Jika tidak mengajukan Banding dalam 14 hari sejak palu diketok 9 Februari lalu, maka mereka harus merelakan rumah-rumah yang antara lain telah dihuni sejak sekitar 1960-an, diratakan buldoser.

Selasa lalu, (9/2), dengan bermodalkan  bukti antara lain berupa FOTOKOPI letter C (begitu informasi yang diperoleh penulis), para Hakim di Pengadilan Negeri kelas 1A Bandung memenangkan pihak yang ujug-ujug mengakui tanah yang dihuni warga  RW02 tersebut, yang terletak di Kelurahan Garuda, Kecamatan Andir, Kota Bandung, sebagai milik mereka.

Tak tanggung-tanggung, ada empat tergugat yang dikalahkan, yakni yang mewakili PT KAI (tergugat I) dan warga penghuninya (tergugat IV). Tergugat lainnya adalah Menteri Keuangan (tergugat II) dan Badan Pertanahan Negara atau BPN (tergugat III).

Warga (tergugat IV) yang dimaksud di sini adalah antara lain terdiri dari para pensiunan, janda pensiunan, dan keturunan para pensiunan pegawai PJKA (nama PT KAI saat masih berbentuk perusahaan jawatan) yang hingga kini belum bisa mengupayakan rumah sendiri, dan entah harus pindah kemana jika sampai tergusur.

Mengutip dari sini warga sendiri bertahan di rumah-rumah di wilayah RW02 tersebut dengan berpegang pada PP RI No.31 Tahun 2005 tentang perubahan atas PP No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara, yang menyebutkan bahwa rumah-rumah negara (Golongan III) selanjutnya dapat dialihkan hak miliknya kepada para penghuni.

Peta persengketaan berubah ketika ada pihak yang tiba tiba mengakui tanah seluas sekitar 7,6 hektare ini (yang ditaksir bernilai sekitar 1-2 triliun rupiah) yang dihuni warga RW02 Garuda tersebut, sebagai tanah milik mereka. Pengklaiman ini antara lain didasarkan pada bukti fotokopian letter C seperti tertulis di atas.

Menghadapi kenyataan ini, logikanya PT KAI dan warga (bahkan Menkeu dan BPN) bersatu mengajukan Banding. Namun hingga saat tulisan ini diturunkan, penulis belum mendapatkan informasi lebih lanjut. Sepengetahuan penulis, kini tergugat IV (warga) tengah pontang-panting mengumpulkan biaya Banding yang jumlahnya mendekati Rp 200 juta (cmiiw).

Belum diketahui apakah PT KAI pun sedang mempersiapkan Banding. Jika tidak, sungguh aneh, karena di tanah ini terdapat sejumlah fasilitas yang diampu BUMN ini melalui yayasannya, Yayasan Wanita Kereta Api (YWKA): ada TK, SD, SMP, dan SMA. Belum termasuk beberapa mess/wisma yang dikelola PT KAI.

Penulis belum memahami apakah mungkin dua tergugat atau lebih, dapat mengajukan Banding yang sama terhadap satu entitas yang mengaku-aku sebagai Ahli Waris, atas tanah yang selama ini diyakini warga sebagai tanah negara yang dapat dihakmiliki, dan diyakini PT KAI sebagai hak mereka.

Secara sejarah kasar (cmiiw), pada 1950-an, dikisahkan bahwa tanah ini milik pemerintan daerah (pemda) kota Bandung. Oleh pemda kota Bandung, tanah ini  diberikan hak kelolanya kepada PT KAI yang dahulu kala masih bernama Djawatan Kereta Api (DKA). DKA adalah lembaga yang bernaung di bawah Departemen Perhubungan. Namun tak jelas kepemilikannya sebelum oleh Pemda Bandung.***

*Tulisan ini telah dikonfirmasi kepada Bpk Adiwiyono selaku Ketua Forum Penghuni Rumah Negara (FPRN) Kelurahan Garuda.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline