Lihat ke Halaman Asli

Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)

TERVERIFIKASI

Guru SD, Penulis buku

Doa dan Sangu Slamet yang Tak Pernah Kudengar Lagi

Diperbarui: 14 Agustus 2022   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi seorang anak yang sedang bersalaman meminta doa dari neneknya. Gambara dari tirto.id 

Jika mendengar kata sangu maka yang terlintas di pikiran kita adalah uang. Bahkan saat ini sangu menjadi kebutuhan pokok anak sekolah. Saking pokoknya bahkan ketika anak tidak punya sangu maka tidak jadi berangkat sekolah.

Dulu waktu saya  SD sangu ke sekolah adalah uang recehan Rp 25 gambar burung. Seingat saya peruntukannya sebagai berikut; Rp 20 untuk beli tepo, Rp 20 lagi beli dawet dan sisanya krupuk. Saat ini uang receh itu sudah tidak ada. Semakin tinggi tingkatan kelasnya justru saya sudah tidak ada jatah sangu bahkan sampai lulus Aliyah.

Orang tua saya mendidik anak-anaknya hidup sederhana, prihatin, apa adanya dan memang keadaannya serba kekuarangan, ada lima bersaudara yang semuanya bersekolah. Saya adalah anak pertama sehingga semakin besar, dan semakin tinggi tingkat kelasnya, jatah sangu dialihkan kepada adik saya yang lebih kecil.

Sehingga nyaris saya kurang merasakan nikmatnya sangu di masa-masa sekolah. Justru menginjak Tsanawiyah hingga aliyah, tidak ada lagi jatah sangu. Untungnya saya termasuk anak yang ndablek dan percaya diri saja walaupun tanpa sangu bagiku tidak  masalah.

Saya paling ingat ketika pamit dan cium tangan sama Bapak, maka Bapak cukup menyampaikan kata "Sangune slamet ya nduk", adalah kata-kata yang paling sering saya dengar  waktu itu. Hingga telah menikah dan mempunyai anak, Bapak selalu mengatakan kalimat  yang sama.

Setelah Bapak meninggalkan kami delapan tahun yang lalu maka nyaris kata-kata itu tak pernah lagi kudengar hingga saat ini saya telah menjadi seorang ibu dari anak-anak saya.

Entah mengapa, kata-kata Bapak kembali kuingat setelah kejadian yang menimpa anakku dua minggu yang lalu, tepatnya tanggal 26 Juli 2022. Kecelakaan  yang menyebabkan tulang selangka bagian kanan patah dan harus operasi.

Timbul perasaan dan penyesalan dalam hati, benarkah saya kurang bisa memberi sangu slamet pada anakku seperti yang dulu disampaikan almarhum Bapak kepada saya, putrinya.

Dulu terkadang timbul iri melihat teman-teman yang setiap sekolah selalu diberi sangu, sedangkan saya setiap pamit hanya ucapan sangu slamet dari Bapak. Saat ini baru kusadari begitu dalam makna dari sangu slamet itu.

Apa arti selamat 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline