Selama dalam mobil ambulans Abah beberapa kali minta minum. Namun, aku hanya menghiburnya, "Nanti saja Abah, kalau sudah sampai di rumah sakit!" Jawabku yang sebetulnya ingin sekali memberinya. Perawat yang ikut dalam mobil ambulance menyarankan untuk tidak memberinya minum, hawatir nanti kesedak.
Beberapa kali Abah memintaku untuk mengangkat lututnya, "Ma, Kakiku angkat", aku angkat lututnya sehingga kaki terangkat membentuk sudut 45 derajat, itu yang diminta sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, sambil sesekali aku memijitnya.
Alhamdulillah setelah melakukan perjalanan selama 30 menit sampailah aku di rumah sakit. Setibanya di sana segera perawat membawa Abah ke UGD, dengan sigap dokter dan perawat memeriksanya, selang infus dari Puskesmas masih terpasang.
Abah terbaring lemah, aku dipanggil oleh perawat untuk segera mendaftarkan di loket pendaftaran untuk memastikan perawatan di ruang inap.
Sebelumnya aku sempat berkomunikasi :
"Abah nanti jaketnya digunting saja ya, biar enak mencopotnya?" tanyaku kepada Abah.
"Gak usah nanti dicopot sambil duduk saja".
Jawabnya yang masih mempertahankan jaket kesayangannya. Padahal aku tau untuk duduk saja Abah mengalami kesulitan, tubuhnya lemah.
Melihat kondisi ini aku segera menghubungi saudara yang ada di Dusun, Pak Lik dan Pak Puh. Agar terkendali dan tidak membuat cemas aku mengatakan kondisinya baik-baik saja, jika ingin membesuk nunggu kabar aja, saranku di ponsel yang beberapa kali berdering menghubungiku.
Karena masih kondisi pandemi proses pendaftaran cukup memakan waktu, beberapa kali harus menuliskan nama dan tanda tangan. Entah rangkap berapa aku menuliskannya, ahirnya mendapat ruang inap. Abah masuk di HCU, setelah proses selesai ahirnya aku kembali ke ruang UGD.