Terlahir menjadi anak berkebutuhan khusus bukanlah keinginan, namun jika Tuhan berkehendak maka kita sebagai orangtua maupun guru harus mau menerima dengan kelapangan hati.
Mereka adalah amanah Tuhan yang harus dirawat, dijaga, dan dipenuhi haknya. Mereka terlahir dalam keadaan istimewa adalah bukti nyata bahwa Tuhan Maha kuasa atas semua mahluknya.
Friedde Mangunsong dalam buku "Psikologi dan Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus", 2009:4 Anak Berkebutuhan Khusus atau anak luar biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal: ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik, dan neoromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal di atas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal.
Sejak tanggal 16 sampai 19 November 2021, saya berkesempatan untuk mengikuti workshop guru pembimbing khusus di Hotel Paragon Solo. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi pendidik sebagai bekal dalam menghadapi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Saat ini sudah banyak sekolah regular yang telah menjadi sekolah inklusi. Itu artinya sekolah tersebut berhak dan wajib menerima peserta didik yang berkebutuhan khusus. Hal ini menjadi angin segar bagi orangtua yang mempunyai putra atau putri yang berkebutuhan khusus.
Menjadi guru pembimbing khusus memang tidak ringan, perlu kesabaran tingkat tinggi, ketelatenan luar biasa dan keikhlasan tiada batas, semua dengan satu tujuan mengantarkan mereka menjadi personil yang layak untuk dihargai sebagai individu yang pantas untuk dilayani dengan sepenuh hati.
Semua orangtua menginginkan putra-putrinya sempurna baik fisik maupun psikisnya, kemampuan motorik dan intelektualnya, namun jika Tuhan berkehendak lain maka kita harus menerima mereka apa adanya, itu artinya Tuhan memilih kita sebagai hamba yang terpilih sebagai pembina dan pembimbing mereka menjadi insan yang patut untuk dihargai dan diterima di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Ada banyak cerita yang disampaikan dari peserta GPK (Guru pembimbing Khusus), mereka secara langsung menangani peserta didik berkebutuhan khusus, contohnya lambat belajar, tuna grahita, tuna laras, autis, dan masih banyak lagi.
Guru-guru hebat tersebut berbagi ilmu dan pengalaman, satu per satu mereka mempresentasikan temuan-temuan dan kendala yang mereka hadapi, kemudian dibahas bersama mencari solusi dan formula yang dapat dijadikan pedoman untuk membimbing anak-anak yang istimewa ini.
Contohnya Ibu Sriyatni, S.Pd, seorang GPK asal Tuban tersebut dengan lancar dan penuh dedikasi menyampaikan pengalamannya selama sepuluh tahun menangani PDBK (peserta didik berkebutuhan khusus) kategori down syndrome.