Lihat ke Halaman Asli

Ruri Handayani

Mahasiswa S2 - Universitas Mercu Buana NIM ; 55521120043

TB1_Perpajakan Internasional_KPPA kaitannya dengan BUT

Diperbarui: 7 Mei 2023   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DokPri

Permanent Establishment merupakan konsep yang menjadi terobosan atau kunci didalam praktik P3B. Dimana negara yang menjadi sumber penghasilan berhak untuk memajaki transaksi atau laba usaha ketika laba tsb diperoleh terkait dengan Permanent Establishment (PE) yang ada di negara tersebut.

Jika tidak PE maka hak atas pemajakan itu langsung dari negara residence. Dalam hal ini yang sering menjadi perdebatan ialah kata-kata "at the disposal" khususnya didalam kasus Dudney.

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam tatanan internasional, suatu negara dapat mengklaim pajak atas penghasilan dengan dalil source maupun residence. Dalam dalil source sendiri dikatakan bahwa pemajakan atas penghasilan dilakukan dimana atau di negara mana penghasilan tersebut berasal atau diperoleh, sedangkan dalil residence, dikenakan langsung dimana WP itu berada atau berasal.

Konflik dengan macam seperti ini yang sering mengakibatkan pemajakannya menjadi double, yaitu dari negara asal yang mengenerate income dan dari tempat kedudukan WP tersebut berasal, oleh karena itu dibuatlah yang disebut P3B atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, dimana inti dari P3B ini, pemajakan dilakukan secara pembagian hak antara negara atau residence.

Salah satu jenis penghasilan yang pajaknya diberikan kepada negara residence adalah penghasilan berbentuk Laba Usaha.

Pasal 15 UU Pajak penghasilan yang menyatakan bahwa norma perhitungan khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto dari WP tertentu. Aturan ini dibuat agar WP lebih mudah dalam melakukan perhitungannya bagi WP tertentu antara lain antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, serta perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (built, operate and transfer).

Peraturan pelaksanaan Pasal 15 UU PPh diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK634/KMK.04/1994 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-667/PJ/2001 tentang hal yang sama.

Kedua keputusan tersebut memunculkan istilah baru: kantor perwakilan dagang. Selanjutnya terdapat penafsiran dalam SE-02/PJ.03/2008 tentang Penegasan atas Penerapan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang (Representative Office/Liaison Office) di Indonesia.

Penegasan dilakukan terhadap kantor perwakilan dagang dipersamakan dengan representative office/ liaison office. Wajib Pajak luar negeri yang dimaksud adalah yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang (representative office/liaison office) di Indonesia, yang berasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia.

Seiring dengan perkembangan zaman, dan dengan pengaturan yang diatur lebih lanjut, sebagaimana disebutkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE/-60/PJ/2013 yang menerbitkan istilah baru yaitu Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline