HAM adalah poin menarik yang akan menjadi bahan dalam debat Capres-Cawapres 17 Januari nanti. Kedua kubu akan memainkan aksi yang sudah mereka siapkan dengan gaya masing-masing. 2014 ini juga pernah disaksikan oleh kita bangsa Indonesia. Apakah nanti akan kembali bertarung dengan jurus yang sama atau ada jurus baru. Bedanya pasti karena salah satu dari kandidat kini berstatus sebagai petahana.
Serangan musiman pilpres yang dihadapi Prabowo setiap beliau terlibat dalam urusan pencalonan pasti sudah dihafal benar oleh publik. Selain memang itu-itu saja, masih belum ada pihak yang berhasil membuktikan apa yang selama ini dituduhkkan oleh pihak-pihak tertentu kepada Prabowo. Menariknya, kenapa masih belum ada keputusan hingga kini dan gerakan yang pasti untuk menghukum mantan Danjen Kopasus tersebut atas tuduhan pelangggaran HAM yang jadi senjata satu-satunya untuk menjatuhkan perjuangaan beliau hingga kini.
Apakah tidak bunuh diri saat dipencalonan kali ini 2019, Prabowo siap membantu mengunggkapkan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, kembali seperti komitmennya di pencalonan sebelumnya. Bisa saja ini cuma pernyataan politis sama seperti janji kosong Jokowi dipencalonannya 2014 lalu. Ngomong aja dulu, kalau sudah terpilih kan tinggal ngeles.
Tapi ada yang sangat mungkin terjadi saat Prabowo berkuasa, yakni terungkaplah semua fitnah selama ini. Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab. Dirinya atau orang lain yang sedang berjuang mati-matian agar bisa terus menempel pada kekuasaan untuk mendapat perlindungan hingga akhirnya tetap Prabowo lah yang terus-terus dicap yang paling bertanggung jawab.
Berawal dari sebuah kekecewaan banyak pihak terutama mereka yang sangat concern terhadap Hak Asasi Manusia karena Jokowi menggangkat Wiranto yang tidak dapat kita lepaskan tanggung jawabnya sebagai orang yang bertanggung jawab besar atas banyak pelanggaran HAM masa lalu.
Menambah daftar orang-orang yang mengerubingi Jokowi dengan latar belakang dan sejarah miring dinegara kepulauan ini. Lalu muncul pula berbagai ketidakpuasan dan kekecewaan besar atas kemampuan Jokowi memenuhi janjinya sebagai seorang pemimpin terutama untuk bidang kemanusiaan ini.
Tak lebih menjadi poin dari Nawa Cita yang dicap sebagai kebohongan semata, janji dari upaya penanganan masalah HAM bagai barang remeh saja buat Jokowi dan gelombolannya. Yang paling mudah ita ingat saja adalah bagaimana kasus Novel Baswedan yang menjadi luka bagi Hak Asasi Manusia dinegeri ini.
Siapa bisa bantah Jokowi seperti membiarkan, dengan itu pegiat HAM tidak susah menyebut Jokowi terlibat dalam pembiaran penanganan kasus HAM. Bila saja Novel hanya seorang rakyat biasa, itu suda lebih dari cukup untuk membuat Jokowi harusnya punya sikap dalam menjaga Hak Asasi rakyatnya, terlebih Novel adalah pejuang dalam perang kita terhadap Korupsi yang mematikan negeri yang dipimpin Jokowi.
Akhir tahun 2018, pada Desember, Jokowi harusnya bertemu dengan KOMNAS HAM, tapi lagi-lagi dia tak menunjukkan ketertarikannya. Meski diganti dengan kehadiran JK, LBH Jakarta menilai tidak ada komitmen serius dan jelas ingkar janji termasuk terhadap upaya penanganan kasus HAM berat masa lalu. Nawa Cita tak lebih dari sekedar dongen dan pencitraan basi yang tampaknya masih akan dijual di 2019 atau nama baru dengan isi janji busuk yang sama.
Ini jelas-jelas menerangkan kepada rakyat bahwa sama sekali tidak ada komitmen politik yang jelas dari seorang yang masih merasa pantas mengulang janji-janji hambarnya. Mudah saja kita logikakan, dengan menjadi presiden, Jokowi pernah bilang kemacetan akan semakin mudah dia urus, ya kalimat semacam itulah.
Maka jangan berharap banyak soal kebanggsaan seperti urusan HAM terlebih kasus HAM masa lalu bila urusan macet yang dia yakin bisa dia kendalikan dengan menjadi Presien saja cuma jadi kesalahan orang lain lagi bila kita tanya padanya atau para corongnya. Jokowi akan terlalu pusing jika harus mengurusi masalah serius seperti HAM saat menilai cerita sederhana dua anak manusia yang terhanyut dalam asmara saja ia gagap.