Lihat ke Halaman Asli

Jangan Suruh Ibu Mengemis

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Suasana kota yang penuh polusi, apalagi disaat musim panas membuat udara semakin terasa pengap. Yah, seperti hari-hari minggu biasanya saya harus menyelesaikan beberapa tugas. Memang hari minggu pada umumnya adalah hari libur bagi sebagian kaum pekerja seperti halnya juga saya, namun saya lebih memilih hari libur untuk saya isi dengan berbagai kegiatan.


Setelah seharian kesana-kemari tak terasa waktu sudah menunjukkan angka jam 05:25, saya pun segera bergegas mencari tempat untuk menjalankan sholat ashar karena waktu maghrib di sini sekitar jam 7. Hal itu di karenakan waktu di sini lebih cepat 1 jam dari Indonesia. Tanpa pikir panjang saya pun langsung menggelar selembar plastik tipis di pinggir jalan sekitar Victory. Diantara sesaknya para pekerja yang libur, seusai sholat saya berniat istirahat sejenak sembari menikmati  sebungkus rujak bersama kakak kelas sewaktu SMK. Tak jauh dari pandangan mata, terlihat seorang nenek datang dengan nafas terengah-engah tersirat kelelahan yang begitu mendalam di balik tubuh renta yang setia memeluk tongkatnya itu.
Astaghfirullah, ya Allah! Gumanku lirih, " coba perhatikan terus Dik" sambung kakakku. Tepat di hadapan ku sekitar 3 meter si Nenek langsung duduk di tanah tanpa alas, melepas dahaga dengan minum dua teguk air putih yang baru saja di sodorkan oleh seorang laki-laki muda yang duduk di kursi taman sebelah kanan si Nenek. Perlahan nenek pun melepaskan tas kainnya yang berisi beberapa uang receh, dan kantong plastik yang berisi beberapa bungkus makanan kecil pemberian dari orang-orang di sekitar Victory.

Sembari membaca koran saya intip si Nenek dari balik koran yang saya pegang, nampaknya sang Nenek sedang berbicara dengan lelaki  muda tadi. Saya pun menarik nafas lega karena masih ada yang peduli dan mau bercengkrama dengan si Nenek. Saya pun kembali terfokus dengan berita koran yang tengah saya baca, tiba-tiba?? Dik, Dik lihat itu! suara kakak ku. Segeralah aku melempar pandangan ke arah di depan ku, apalagi kalau bukan Nenek yang sejak tadi mencuri perhatian kami. Betapa kaget dan tak percaya saat melihat pemandangan tepat di depan mata saya. Dengan tatapan penuh tanpa iba, dengan langkah tanpa dosa lelaki muda yang saya kira panglima ternyata dia pergi meninggalkan si Nenek dengan membawa tas Nenek yang berisikan uang dan kantong plastiknya yang berisi makan beberapa potong makan kecil, dia pun hanya menyisakan dua potong kecil untuk si Nenek seta mengganti tas Nenek dengan tas kosong. Entah dia anaknya Nenek atau si Nenek hanya di perbudak oleh nya. Tak henti bibir dan batin ini berucap kalimat Tuhan saat melihat pemandangan yang sungguh memilukan.

Setelah melahap dua potong makanan si Nenek pun segera melanjutkan aksinya kembali. Yap,sejurus kemudian tangannya pun menengadah di hadapan ku alias meminta. Sambil berbagi sedikit rejeki Saya pun bertanya kepada Nenek apakah lelaki tadi itu anakmu atau orang lain. Nenek manjawabnya dengan bahasa asing otomatis komunikasi pun tak nyambung, "lelaki tadi itu anaknya mbak, dasar orang gila! ibunya sendiri yang sudah tua renta di suruh ngemis" terdengar suara wanita setengah baya menghampiri Kami. "Benarkah Nenek ini ibunya mbak?" tanyaku. Sembari merogoh isi kantongnya untuk si Nenek, ia menjawab " setiap hari minggu pasti Nenek ini di suruh anaknya itu mengemis di sekitar sini, kalau hari biasa nggak ada soalnya, kalau hari minggu disini banyak anak Indo (Indonesia) dan orang Indonesia itu di kenal kalem, tidak tegaan makanya banyak para pengemis suka. Walaupun Kita tidak punya banyak uang tapi, sebagai manusia Kita tidak akan tega bila melihat keadaan yang seperti ini, walau di balik senyum Kita pun juga memiliki duka nestapa ". Seketika mereka pergi Saya pun berniat mengikuti langkah si Nenek tapi, nampaknya matahari sudah mulai bersembunyi itu tandanya saya harus segera pulang.  Akhirnya niat mengikuti si Nenek pun urung.

"Surga di telapak kaki Ibu" begitulah sabda Rasulullah SAW. Semoga kita termasuk orang-orang yang dapat membahagiakan kedua orang tua kita apalagi Ibu. Mudah-mudahan kita orang-orang yang selalu berusaha dan rela untuk berkorban untuk kebahagiaan Ibu kita dan bukan menyelundupkan Ibu ke lembah derita demi menebus kebahagiaan kita.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline