Lihat ke Halaman Asli

Syukur

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

( Sudahkah Indonesia Bersyukur ? )

SYUKUR

Syukur atau sukur adalah berterimakasih di saat kita hidup memperoleh sesuatu yang menyenangkan, membahagiakan, menggembirakan, membanggakan, melegakan.

Kata Imam Gazali: "Kebahagiaan duniwai adalah sesuatu yang ganas, maka jinakkanlah dia dengan kebersyukuran"

Memperoleh sesuatu yang menyenangkan, membahagiakan, menggembirakan, membanggakan, melegakan - sensasinya mudah membuat lupa diri, lupa ingatan, lupa daratan dan lupa segalanya karena diri sedang mabuk kebahagiaan, mabuk kegembiraan, mabuk kebanggaan, mabuk kelegaan, mabuk kekuasaan.

Syukur adalah perbuatan terimakasih yang lurus. Adalah optimalisasi, maksimalisasi pada setiap anugerah yang diterima. Uang seratus ribu rupiah atau sebidang tanah yang dimiliki harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Jabatan, gelar, keahlian, kecantikan, kekuatan, kesehatan harus bermanfaat seluas-luasnya.

Saat diri mengamalkan perbuatan terimakasih yang lurus pun, senantiasa menjaga dari perbuatan yang bertentangan dengan kebersyukuran; sombong, ria, bangga diri.

Kelak, jika seluruh kebersyukuran dirasa sudah lunas diamalkan maka saatnya melakukan penghayatan kebersyukuran paling terakhir, yakni menghayati sungguh-sungguh dengan mendalam, bahwa semua keberhasilan dalam kebersyukuran bukanlah keberhasilan dari kemampuan diri kita karena 'tak ada daya dan kekuatan apa-apa' untuk melakukan apa pun tanpa ridha dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sudahkah Indonesia bersyukur? Apakah segala potensi yang menyenangkan, membahagiakan, menggembirakan, membanggakan, melegakan yang dimilikinya sudah dijinakkan sehingga tidak menjadi sesuatu yang ganas dan mengganaskan?

Atau dengan kata lain - apakah keganasan yang terjadi belum juga berarti menggugah untuk segera berbuat; diperbaiki segalanya dengan cara bersyukur. Dengan cara optimal, maksimal; khusyuk, total dan kaffah, konprehensif.

Korupsi dan semua dekadensi yang terjadi, tak akan dapat ditanggulangi oleh sistem apa pun manakala di sistem itu kita semua tak ada di dalamnya. Saatnya Seluruh Indonesia Menyeluruh menyatukan mulut dengan hati dengan fikiran dengan gerak langkah kakinya. Dengan totalitas Indonesia Menyeluruh bekerja bahu-membahu menjinakkan keganasan budaya horisontal dan budaya vertikal.

ecn@2015.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline