Lihat ke Halaman Asli

Rumingkang Tumarima

KOPI PAHITPUN SELALU MENEMUKAN PENIKMATNYA

Negara Pun Akhirnya Menyerah

Diperbarui: 18 Maret 2022   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Seperti banyak analis atau pakar ekonomi yang mencoba menjawab kelangkaan dan mahalnya minyak goreng yang mau memasuki bulan ke tiga yaitu adanya supplychance yang terganggu dan terjadinya penyimpangan dalam saluran distribusi baik ditingkat hulu maupun ditingkat retail. rasa sesak begitu terasa saat mentri perdagangan memaparkan presentasinya dengan komisi VI pada hari kamis 17 maret 2022 dimana kementrian perdagangan 24 jam memantau keadaan komoditas ini. dari pemaparannya begitu melimpah kapasitas produksi minyak goreng kita tetapi faktanya dipasaran tidak ada, dan kementrian perdangan pun mengakui ada sekolompok orang jahat yang memanfaatkan keadaan ini untuk kepentingan pribadi.

kementrian perdaganganpun akhirnya menyerah dengan permen januari 2022 mengenai harga eceran tertinggi hal ini dikarenakan ada disvaritas harga sehingga pengusaha tidak mau melepas produknya kepasar dan mengusulkan minyak goreng  dengan mekanisme subsidi sedangkan minyak goreng kemasan menggunakan mekanisme pasar. hanya dalam tempo dua bulan kebijakan berubah memang sungguh disayangkan kebijakan sekelas menteri yang departemennya penuh dengan orang-orang pintar dan cerdas dan banyak lulusan dari univeritas besar di luar negeri dalam penysusan kebijakan kurang menetapkan konsistensi, relevansi dan koodinasi lintas sektoral dengan kementrian perindustrian dan kementrian perdagangan.

Jangan dilupakan dan perlu di ingat kembali bahwa sistem ekonomi kita bukanlah sosialis atau kapitalis tetapi ekonomi Pancasila yang merupakan gabungan dari kedua mashab ekonomi. negara harus hadir dalam kepentingan rakyat sebagai sebuah tanggung jawab atas amat yang dilegitimasikan kepada pemerintahan. negara harus hadir dalam penyediaan kebutuhan pokok yang rakyat yang mampu dibeli karena republik ini adalah seluruh rakyat Indonesia bukan hanya dimiliki sekelompolok atau golongan sehingga mekanisme minyak goreng dengan mekanisme pasar adalah kebijakan yang mencedrai rakyat. dampak nyatanya akan sangat meudah terlihat dengan kebijakan mekanisme pasar ini yaitu akan memiliki multiplaye yang besar terhadap kenaikan barang barang yang memiliki korelasi dengan minyak gorang. mungkin bisa dibayangkan saat daya beli masyarakat rendah, pengguran dan kemiskinan naik sekarang ditambah naiknya harga-harga pokok akan mengakibatkan tekanan yang luar biasa terhadap masyarakat kelas menengah kebawah.

negara jangan mau diatur oleh pengusaha atau swasta karena negara pemegang kedaulatan, penulis yakin saat kebijakan divaritas harga dengan mekanisme pasar bukan lagi harga eceran tertinggi hanya dalam hitungan hari minyak akan melimpah di dalam negeri karena sebenarnya minyak goreng tersebut ada hanya saja tidak mau mengeluarkannya karena perbedaan disvaritas harga. kalau perhitungan kementrian perdagangan ada pemain baru yang berbisnis minyak goreng memanfaatkan tingginya harga CPO dengan melakukan ekspor dipasar gelap memang ada dan kita harus mengakuinya tetapi saya rasa jumlahnya takkan sebesar volume minyak yang ditimbun oleh sekelompok orang untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi.

Republik ini dibangun atas kesepakatan dari semua elemen masyarakat yang memiliki cita-cita yang tertuang dalam sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. para pendiri republik ini mengorbankan segalanya harta, tenaga bahkan nyawa agar republik ini bisa terbentuk dan terbebas dari biadabnya para penjajah. sekarang kita sudah 70 tahun lebih merdeka bisa menentukan nasib sendiri jangan sampai kemerdekaan ini hanya sebuah kamuflase tetapi nyata dan bisa menikmatinya. jangan sampai kita dijajah oleh para pengusaha sawit, distributor minyak yang memanfaatkan moment naiknya harga CPO untuk meraup kekayaan yang setinggi-tingginya, perlu diingat mereka hanya tukang tanam sawit bukan pemilik tanah karena tanahnya adalah HGU, tanah perkebunan sawit adalah tanah negara, tanah milik rakyat sehingga kalau merugikan kepentingan rakyat negara bisa mengambil tanah perkebunan tersebut.

bapak-bapak mentri, kepala daerah mohon ingat amanat rakyat yang dibebankan dipundak anda hindari ego sektoral coba diskusi antar kementrian, lintas menko jangan hanya dibebankan kepada kementrian perdagangan. semakin banyak departemen yang terlibat makan akan menghasilkan kebijakan yang semakin baik. rakyat menengah kebawah sudah menderita dari covid, menurunnya daya beli sekarang ditambah naiknya barang-barang kebutuhan pokok.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline